Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “shopos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom”. Jadi secara harfiah istilah “filsafat” mengandung makna cinta kebijaksanaan. Pengertian filsafat dalam hubungan dengan lingkup bahasannya mencakup banyak bidang bahasan antara lain tentang manusia, alam, pengetahuan, etika, logika, dan lain sebagainya.
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
Pertama: Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian.
1.Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman dahulu, misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme, dan lain sebagainya.
2.Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktifitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan yang bersumber pada akal manusia.
Kedua: Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya.
Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.Suatu kesatuan bagian-bagian.
2.Bagian-bagian yang mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3.Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
4.Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan tertentu).
5.Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
1.Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ‘monopluralis’ yang memiliki unsur-unsur, ‘susunan kodrat’ jasmani dan rohani, ‘sifat kodrat’ individu-makhluk sosial, dan ‘kedudukan kodrat’ sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena sila-sila Pancasila merupakan penjelmaan hakikat manusia ‘monopluralis’ yang merupakan kesatuan organis maka sila-sila Pancasila juga memiliki kesatuan yang bersifat organis pula.
Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan berbentuk piramidal. Pengertian matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kwalitas). Jika urut-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud demikian maka di antara lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lainnya sehingga Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat.
Secara Ontologis hakikat sila-sila Pancasila mendasarkan pada landasan sila-sila Pancasila, yaitu : Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Hal itu berarti hakikat dan inti sila-sila Pancasila adalah sebagai berikut: sila pertama Ketuhanan adalah sifat-sifat keadaan negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan, sila kedua kemanusiaan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat manusia, sila ketiga persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat satu, sila keempat kerakyatan adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat rakyat, sila kelima keadilan adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat adil. Kesesuain yang dimaksud adalah kesesuain antara hakikat nilai-nilai sila Pancasila dengan negara, dalam pengertian kesesuain sebab dan akibat.
Rumusan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal :
1.Sila pertama : Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.Sila ketiga : persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, meliputi dan menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta keadilan soial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.Sila keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan yang Maha Esa, serta meliputi dan menjiwai sila kedilan sosial bagiseluru rakyat Indonesia.
5.Sila kelima : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
.
Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Megkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang ‘Majemuk Tunggal’, ‘hierarkies Piramidal’ juga memiliki sifat mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, atau dengan kata lain perkataan dalam setiap sila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya.
Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistomologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dan paham filsafat lain di dunia.
1.Dasar Antropologis Sila-sila Pancasila
Pancasila yang terdiri atas lima sila merupakan asas yang memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antroplogis. Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak , yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkies sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila yang lainnya.
2.Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Sebagai suatu ideologi maka Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu :
1). Logos yaitu rasionalitas atau penalaran.
2). Pathos yaitu penghayatannya.
3). Ethos yaitu kesusilaannya.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila.
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistomologi yaitu : pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia.
Pembahasan berikutnya adalah pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa masalah epistemologi Pancasila diletakkan dalam kerangka bangunan filsafat manusia. Maka konsepsi dasar ontologis sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar pijak epistemologi Pancasila.
Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masig-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkhinya. Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat kita kelompokkan pada dua macam sudut pandang yaitu sudut pandang subjektif dan sudut pandang objektif.
Inti isi Sila-sila Pancasila :
1.) Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Dalam sila Ketuhanan yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaandan penyelenggaraan negara bahkan moral negara, moral penyelenggara negara, politik ngara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa.
2.) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Hal ini mengandung suatu pengetian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan yang Maha Esa.
3.) Persatuan Indonesia
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah suatu persekutuan hidup bersama di antara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan, maupun kelompok agama. Oleh karena itu perbedaan adalah bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk negara. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
4.) Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Persatuan Indonesia, dan mendasari serta menjiwai sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Sedangkan nilai filosofis yang terkandung di dalamnya bahwa hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai mkhluk Tuhan yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara. Negara adalah dari,oleh, dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah asal mula kekuasaan negara.
5.) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila kelima terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka di dalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama.
Komentar