Langsung ke konten utama

Ideologi dan Kebebasan Informasi

BAB II
Ideologi dan Kebebasan Informasi

1. Pentingnya ideologi
Pentingnya ideologi dalam pembentukan serta befungsi dan berperannya Opini Publik dalam suatu negara, telah terbukti dalam sejarah. Para pakar atau akademis telah mengkaji dan mengulas topik ini dalam berbagai literatur yang diuraikan dalam bab ini.
Ideologi adalah suatu pandangan hidup atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaiknya mengatur tingkah laku bersama dalam segi kehidupan manusiawi (Alfian, 1980:109). Ideologi juga dapat diartikan sebagai pandangan hidup, filsafat hidup atau sikap menal yang dapat dimiliki oleh indivedu atau masyarakat dalam kehidupan bersama.
Ideologi selalu menjadi sumber yang pokok terjadinya kebebasan informasi dalam komunikasi politik, sehingga ideologi akan membentuk proses terbentuk dan terbinanya Opini Publik suatu bangsa.
Demokrasi mengharuskan adanya kebebasan informasi yang mencakup kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers. Meskipun demikian masih ada negara yang menganut atau masih berpola ideologi otoritarian, yang belum memberikan kebebasan yang luas kepada rakyat dalam menyatakan pendapat dan menyampaikan informasi terutama melalui media massa (surat kabar, film, radio, dan televisi).

2. Kebebasan Informasi
Kebebasan informasi yang mencakup kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression) dan kebebasan pers (freedom of press), telah diterapkan di negara-negara yang menganut sistem politik demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Timbulnya kesadaran dan hak asasi manusia itu dimulai dengan Magna Charta tahun 1216. Magna Charta adalah suatu piagam Raja Inggris atas hak-hal kebebasan rakyatnya, dan kemudian disusul oleh Petition of Right pada tahun 1672 dan Bill of Right pada tahun 1688.
Meskipun semua negara mengakui bahwa kebebasan informasi merupakan hak asasi manusia yang harus dijamin, namun hingga kini belumlah terdapat kesatuan tafsiran dan pendapat mengenai isi dari arti kebebasan itu. Setiap orang dan setiap negara akan mengartikan kebebasan menurut pandangan hidup dan ideologinya masing-masing. Misalnya seorang yang egoistic eudaemonist, akan mengartikan kebebasan itu kemerdekaan, sebagai suatu kebahagian untuk diri semata-mata. Sedangkan seorang yang universalic eudaemonist akan mengartikan keebasan itu kemerdekaan yang akan memberikan kebahagiaan bagi orang banyak.

3. Otoriter, Liberal, Pancasila
Ideologi dan filsafat politik yang ada di dunia, seacra garis besar dapat dibagi dua, yaitu “otoritarian” dan “libertarian”. Diantara kedua ideologi itu terdapat juga beberapa variasi, yaitu ada yang berbasis otoritarian dan ada yang berbasis libertarian itu, ialah ideologi Pancasila.
Ideologi atau filsafat politik otoritarian pada prinsipnya memandang bahwa raja dan keluarganya (bangsawan) adalah sebagai wakil Tuhan di dunia. Raja dan keluarganya memiliki hak-hak istimewa dalam politik karena memang memiliki kelebihan-kelebihan seperti kaya, pintar (terdidik) dan berkuasa. Itulah sebabnya raja dan kaum bangsawan mampu menemukan kebenaran dan berkewajiban mengajarkan dan menyampaikan kebenaran itu kepada rakyat. Dalam filsafat politik otoritarian memang dibangun suatu asumsi dasar bahwa manusia pada umumnya tidak dapat menemukan kebenaran, kecuali k=jika ia dibimbing oleh raja dan kaum bangsawan sebagai wakil Tuhan di dunia. Rakyat (jelata) memang berada pada posisi yang serba kurang, miskin, bodoh, dan jauh dari kekuasaan. Itulah sebabnya negara otoritarian itu disebut juga sebagai
negara kekuasaan, karena rakyat sama sekali tidak memiliki hak dan kewenangan dalam proses pengambilan keputusan politik.
Pandangan tersebut kemudian ditolak oleh kaum liberalis yang mengembangkan filsafat politik libertarian atau difilsafat politik demokrasi yang dibangun dari asumsi dasar bahwa manusia pada hakikatnya dilahirkan sama (egaliter) dan tidak ada perbedaan antara satu dnegan yang lainnya. Oleh sebab itu, tidak ada seorang pun yang dapat disebut sebagai wakil Tuhan di dunia ini. Kaum libertarian memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berakal, dan dengan kekuatan akalnya manusia mampu menemukan kebenaran. Bangsa libertarian menolak jika raja dan bangsawan memilikihak-hak istimewa dalam masyarakat, terutama hak untuk berkuasa dan menguasai rakyat.
Faham liberal atau liberalisme sejalan dengan berkembangnya kapitalisme dalam ekonomi dan demokrasi dalam bidang politik, pada dasarnya untuk melindungi kepentingan kaum kapitalis dan sekaigus untuk kepentingan individu.
Selain filsafat politik otoritarian dan filsafat politik libertarian tersebut, berkembang juga di Indonesia filsafat politik Pancasila yang digagas oleh para pendiri Republik Indonesia. Filsafat pancasila memiliki asumsi dasar bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa., dan setiap individu itu dilahirkan dalam keadaan yang sama (egallitarian) serta memiliki akal pikiran sehingga mampu mencari dan menemukan kebenaran.
Sistem politik adalah pola tentang hubungan manusia yang mencakup secara luas, kontrol, pengaruh dan kekuasaan. Otoriter dan demokrasi adalah sistem politik. Kedua sistem itu bertentangan satu dengan lainnya. Sistem politik otoriter adalah sistem yang membatasi pembuatan keputusan politik terbatas hanya kepada sejumlah kecil penduduk dewasa. Sedangkan sistem politik demokrasi adalah sistem yang memberi kesempatan yang luas kepada penduduk dewasa dalam pembuatan keputusan politik (Dahl, 1977 : 12) .
Arus komunikasi politik dinegara otoriter lebih banyak bejalan dari atas (penguasa) kebawah (rakyat). Media massa diletakkan dekat dengan kekuasaan untuk dijadikan sebagai alat penguasa untuk membimbing rakyat. Oleh sebab itu, kritik dan kontrol sosial tidak dikenal dalam sistem politik otoritarian. Komunikasi politik berbentuk agitasi dan propaganda politik yang persuasif dan bersifat satu arah. Bentuk public relation yang mengandalkan komunikasi dua arah sama sekali tidak dikenal, itulah sebabnya Opini Publik yang tercipta adalah Opini Publik yang semu.
Sebaliknya komunikasi politik di negara yang menganut sistem politik demokrasi liberal mengalir dari bawah (rakyat) ke atas (penguasa), karena media massa diletakkan jauh dari kekuasaan dan lebih dekat dengan rakyat. Demokrasi liberal mengutamakan bentuk pulic relation yang mengandalkan komunikasi dua arah. Hal ini dapat terjadi berkat adanya kebebasan informasi yang dimiliki oleh media massa yang betul – betul berkembang sebagai kekuatan pembentuk Opini Publik dalam masyarakat yang demoktratis.
Setelah melewati sejarah yang panjang, ternyata sistem komunikasi politik otoritarian dan libertarian mengalami perkembangan masing - masing dua variasi. Dalam sistem libertarian muncul koreksi dengan lahirnya “sistem tanggung jawab sosial pers” dari media massa. Kemudian dikoreksi lagi dengan munculnya “sistem media demokratik parsisipan”. Sedangkan otoritarian muncul dua variasi, yaitu “sistem media soviet komunis” dan “sistem media pembangungan”. Keempat sistem itu berlansung di berbagai Negara sesuai dengan kondisi sosial, kultural, politik dan ekonomi dengan latar belakang historis masing masing.
Berdasarkan ideologi Pancasila, Indonesia mengembangkan sistem politik demikrasi yang berkembang sesuai keadaan sosial politik yang sangat dinamis. Pada awalnya komunikasi politik berlangsung dari bawah keatas ketika Indonesia menganut “sistem politik demokrasi liberal” (1945 – 1958) dalam suasana negara penuh dengan konflik yang mengakibatkan ketidakstabilan kehidupan politik. Pada masa itu, media massa ikut mendorong dinamika politik, karena pada masa itu media massa yang diwakili oleh pers, banyak terlibat dalam konflik politik, karena terafiliasi dengan partai politik sebagai kekuatan politik yang ada pada masa itu. Komunikasi politik kemudian berbalik arah lagi yaitu dari atas kebawah ketika Indonesia menganut “sistem politik demokrasi terpimpi” (1959 -1965) yang berpola “otoriter”. Pada masa itu media massa dikontrol oleh penguasa dan diwajibkan memiliki Surat Izin Terbit dan lebih dititik beratkan pada tanggung jawab nasional.
Komunikasi politik Indonesia kembali lagi bawah keatas namun tetap terkendali pada masa “sistem politik demokrasi Pancasila” (1966 – 1998) yang bersifat demokratis, birokratis, militeristik dan teknokratis dengan konsep bebas dan bertanggung jawab. Sejak tahun 1999 (era reformasi) dalam sistem politik demokrasi yang cenderung liberal menerapkan konsep kebebasan informasi dan kebebasan pers yang luas dalam melakukan control dan koreksi terhadap jalannya pemerintahan. Kata tanggung jawab dihilangkan dalam Undang – undang pers tahun 1999. Media massa berkembang kearah kebebasan seperti yang terjadi di AS pada abad ke-19.
Dewasa ini media massa di Indonesia betul – betul telah tumbuh sebagai industri jasa yang melayani informasi publik dengan rasional dan profesional. Media massa di Indonesia betul – betul telah bebas dari kontrol negara, tetapi sebaliknya tunduk kepada kontrol pemilik modal. Dalam hal ini media massa bebas melakukan fungsi politik dan menggunakan kekuatannya untuk berperan dalam pencitraan politik dan pembentukan opini publik meelalui bentuk agitasi, propaganda yang dilaksanakan dan dikemblalui bentuk agitasi, propaganda yang dilaksanakan dan dikembangkan bersama – sama. Demikian pula Opini Publik kadang – kadang semu dan kadang – kadang juga menjadi kekuatan yang efektif dalam kehidupan politik. dengan semakin berkembangnya demokrasi dan kebebasan pers serta penyiaran, Opini Publik semakin mampu menunjukkan perannya sebagai sebuah kekuatan politik yang penting di Indonesia.

4. Contoh kasus
Libya adalah negara di benua afrika yang sangat kaya akan minyak. Negara yang pernah dipimpin oleh presiden Muammar Khadavi selama lebih dari 30 tahun. Negara ini menganut simtem pemerintahan yang Otoriter terbukti hanya ada satu stasiun TV di Libya, yaitu TV Pemerintah. Selama kurang lebih 40 tahun warga libya tidak memiliki kebebasan media. media massa dikontrol oleh penguasa dan diwajibkan memiliki Surat Izin Terbit dan lebih dititik beratkan pada tanggung jawab nasional. Suber informasi yang rakyat punya hanyalah TV dan radio milik pemerintah. rakyat sama sekali tidak memiliki hak dan kewenangan dalam proses pengambilan keputusan politik. Arus komunikasi politik dinegara ini lebih banyak berjalan dari atas (penguasa) kebawah (rakyat). Media massa diletakkan dekat dengan kekuasaan untuk dijadikan sebagai alat penguasa untuk membimbing rakyat. Oleh sebab itu, kritik dan kontrol sosial tidak dikenal di negara ini.
Rakyat yang terkekang di bawah kepemimpinan otoriter Muammar Khadavi melakukan aksi protes pembrontakan. Kebebasan berpendapat yang terkekang membuat masyarakat sudah tidak kuat lagi dan akhirnya terjadilah perang di Libya. Kemudian barulah Pers membentuk stasiun TV Libya Alhurra untuk memberikan informasi kepada masyarakat yang sebenarnya agar masyarakat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Informasi Organisasi Karl Weick

Teori Informasi Organisasi Berdasakan Penelitian Karl Weick Tugas untuk mengelola informasi dalam jumlah besar adalah sebuah tantangan bagi khalayak organisasi. Ketika pilihan-pilihan kita untuk saluran-saluran komunikasi meningkat, jumlah pesan yang kita kirim dan terima, dan juga kecepatan kita mengirim pesan tersebut meningkat pula. Organisasi tidak hanya dihadapkan pada tugas untuk mengartikan pesan yang diterima, tetapi juga menghadapi tantangan untuk menentukan siapa yang harus menerima informasi tersebut demi mencapai tujuan organisasi. Media baru mampu membuat perusahaan menyelesaikan tujuan mereka dalam berbagai cara yang belum pernah dilihat sebelumnya. Konferensi video, teleconference, ruang chat, e-mail, dan televisi interaktif memungkinkan orang seperti Dominique untuk memberikan kesempatan kepada timnya untuk secara simultan berbagi dan memberikan reaksi terhadap banyak sekali informasi. Tiap tim diberikan kesempatan untuk memutuskan informasi apa yang penting untuk tug...

KONFORMITAS DALAM KELOMPOK

BAB I PENDAHULUAN 1.1        Latar Belakang Individu sebagai kesatuan organik yang terbatas memiliki karakter dan sifat yang berbeda satu sama lain. Manusia sebagai makhluk sosial akan membentuk sebuah kelompok untuk tetap bertahan hidup dan mencapai suatu tujuan tertentu. Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Dalam sebuah kelompok terdapat orang-orang dengan latar belakang yang berbeda, memiliki kemampuan dan kelemahan yang berbeda, sehingga perbedaan ini akan menjadi kekuatan besar dalam suatu kelompok untuk mengambil suatu keputusan-keputusan terbaik dan kondisi ini akan memperkuat induvidu anggota kelompok dalam menutupi kelemahan-kelemahannya. Dalam kelompok terdapat kepercayaan tertentu (norma) yang cenderung akan diikuti oleh seluruh individu yang ada dalam kelomp...

ANALISIS SWOT dan COMPANY PROFILEPT. Frisian Flag Indonesia

Bab I 1.1   Latar belakang Industri produk berbasis susu di Indonesia berkembang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan bermunculannya inovasi – inovasi baru di bidang pengolahan produk berbasis susu. Demikian pula dengan komposisi dan kemasannya, dibuat menarik perhatian dengan harga terjangkau. Selain itu, hal ini juga semakin teredukasinya dan meningkatnya kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya mengkonsumsi susu setiap hari. Indoneia memiliki ladang yang baik untuk peternakan sapi sehingga akan menghasilkan susu yang berkualitas tinggi. Kini, produk susu termasuk produk yang sangat dibutuhkan semua orang, baik tua maupun muda. Fakta inilah yang akhirnya mendorong para pelakunya lebih giat merebut hati konsumen. Setidak-tidaknya, produk ini dibutuhkan oleh 150 juta penduduk Indonesia. Populasi dunia meningkat dengan cepat, daya beli meningkat, sementara pada saat yang sama, makanan, bahan baku, dan energi berada dalam pasokan pendek. Ini memberi Frisian Flag Indones...