Memilih Rancangan Penelitian Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed (john W. Creswell)
Rancangan
penelitian merupakan rencana dan prosedur penelitian yang meliputi: dari
asumsi-asumsi luas hingga metode-metode rinci dalam pengumpulan dan analisis
data. Rancangan tersebut melibatkan sejumlah keputusan yang, dalam buku ini,
sudah saya sajikan meski tidak secara runtut dalam pengertian yang lazim. Yang
jeias, secara keseluruharr, keputusan ini melibatkan rancangan seperti apa yang
seharusnya digunakan untuk meneliti topik tertentu.
Misalnya,
dalam (proposal) penelitian, para peneliti perlu mengambil keputusan terkait
dengan asumsi-asumsi filoSofis yang mendasari penelitian mereka,
prosedur-prosedur (yang juga sering di-sebut sebagai strategi -strategi)
penelitian, dan metode-metode spesifik yang akan mereka gunakan dalam
pengumpulan, analisis, dan interpretasi data; Pemilihan atas satu rancangan
penelitian juga perlu didasarkan pada masalah/isu yang ingin diteliti,
pengalaman pribadi si peneliti, dan target atau sasaran pembacanya.
TIGA JENIS RANCANGAN
Dalam
buku ini, ada tiga jenis penelitian yang akan disajikan: penelitian kualitatif,
kuantitatif, dan metode campuran. Pada hakikatnya, tiga pendekatan ini tidaklah
terpisah satu sama lain seperti ketika pertama kali muncul. Pendekatan
kualitatif dan kuantitatif seharusnya tidak dipandang sebagai antitesis atau
dikotomi yang saling bertentangan; keduanya hanya merepresentasikan hasil akhir
yang berbeda, namun tetap dalam satu continuum (Newman & Benz, LggS). Suatu
penelitian hanya akan lebih kualitatif ketimbang kuantitatif, atau sebaliknya.
Adapun penelitian metode campuran berada di tengah continuum tersebut karena
penelitian ini melibatkan unsur-unsur dari pendekatan kualitatif dan
kuantitatif.
Perbedaan
antara penelitian kualitatif dan kuantitatif sering kali dijelaskan berdasarkan
bentuk-bentuknya yang menggunakan kata-kata (kualitatif) dan yang menggudakan
angka-angla (kuantitatif), atau berdasarkan pertanyaan-pertanyaan ycng tertutup
(hipotesis kuantitatif) dan yang terbuka (hipotesis kualitatif). Padahal,
gradasi perbedaan antar keduanya sebenamya terletak pada asumsi filosofis dasar
yang dibawa oleh peneliti ke dalam penetitiannya, jenis-jenis strategi
penelitian yang digunakan peneliti sepanjang penelitiannya (seperti,strategi
eksperimen kuantitatif atau strategi studi lapangan kualitatif), dari
metode-metode spesifk yang diterapkan peneliti untuk melaksanakan
strategi-strategi ini (seperti, pengumpulan data secara kuantitatif dalam
bentuk instrumen versus Pengumpulan data secara kualitatif melalui observasi
lapangan).
Lagi
pula, ada perkembangan historis yang dapat membedakan kedua pendekatan
tersebut. Misalnya saja, pendekatan kuantitatif banyak mendominasi
bentuk-bentuk penelitian dalam ilmu-ilmu sosial sejak awal abad XIX hingga
pertengahan abad XX. Namun, sejak awal pertengahan abad XX, muncul minat yang
tinggi terhadap penelitian kualitatif, dan bersamaan dengan itu berkembang pula
penelitian metode campuran (lihat Creswell, 2008, untuk sejarah yang lebih
lengkap). Latar belakang historis ini setidak-tidaknya dapat dijadikan salah
satu landasan untuk mencari definisi "rigid" atas tiga istilah kunci
tersebut, yang untuk selanjutnya akan digunakan dalam buku ini:
·
Penelitian kualitatif merupakan
metode-metode untuk mengekplorasi dan memahami makna yang – oleh sejumlah
individu atau sekelompok orang – dianggap berasal dari masalah sosial atau
kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-uPaya penting,
sepei'ti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumPulkan
data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif
mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data.
Laporan akhir untuk penelitian ini memiliki struktur atau kerangka yang
fleksibel. Siapa pun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus menerapkan
cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna
individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan (diadaptasi dari
Creswell,2007).
·
Penelitian kuantitatif merupakan
metode-metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan
antarvariabel. Variabel-variabel ini diukur -biasanya dmgan instrumen-instrumen
penelitian- sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis
berdasarkan prosedur-prosedur statistik. Laporan akhir untuk penelitian ini
pada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan,
tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil penelitian, dan
pembahasan. (Creswell,2008). Seperti halnya para peneliti kualitatif, siapa pun
yang terlibat di dalam penelitian kuantitatif juga perlu rnemiliki
asumsi-asumsi untuk menguji teori secara deduktif, mencegah munculnya
bias-bias, mengontrol penjelasan-penjelasan alternatif, dan mampu
menggeneralisasi dan menerapkan kembali penemuan-penemuannya.
·
Penelitian metode campuran merupakan
pendekatan penelitian yang mengombinasikan atau mengasosiasikan bentuk
kualitatif dan bentuk kuantitatif. Pendekatan ini melibatkan asumsi-asumsi
filosofis., aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dan
pencampuran (mixing) kedua pendekatan tersebut dalam satu penelitian.
Pendekatan ini lebih kompleks dari sekadar mengumpulkan dan menganalisis dua
jenis data; ia juga melibatkan fungsi dari dua pendekatan penelitian tersebut
secara kolektif sehingga kekuatan penelitian ini secara keseluruhan lebih besar
ketimbang penelitian kualitatif dan kuantiiatif (Creswell & Plano Clark,
2007).
Seperti
yang kita lihat, masing-masing definisi di atas memiliki titik tekannya
tersendiri. Untuk itulah, dalam buku ini, saya akan menjelaskan tiga definisi
tersebut secara detail agar Anda bisa mengetahui masing-masing maknanya dengan
jelas.
TIGA KOMPONEN PENTING DALAM
RANCANGAN PENELITIAN
Ada
dua titik tekan dalam setiap definisi tadi yaitu: bahwa suatu pendekatan
penelitian selalu melibatkan asumsi-asumsi filosofis dan metode-metode atau
prosedur-prosedur yang berbeda-beda. Rancangan penelitian, yang saya sebut
sebagai rencana atau propasal untuk melaksanakan penetitian, melibatkan relasi
antara asumsi-asumsi filosofis, strategi-strategi penelitian dan metode-metode
tertentu. Kerangka kerja yang saya gunakan untuk menjelaskan pertemuan antara
tiga komponen ini dapat dilihat pada Gambar 1.1. Secara detail, dalam
merencanakan penelitian, para peneliti perlu memPertimbangkan tiga komponen
penting, yaitu: (1) asumsi-asumsi pandangan-dunia (worldview) filosofis yang
mereka bawa ke dalam penelitiannya, (2) strategi penelitian yang berhubungan
dengan asumsi-asumsi tersebut, dan (3) metode-metode atau prosedur-prosedur
spesifik yang dapat menerjemahkan strategi tersebut ke dalam Praktik nyata.
Beberapa Pandangan-Dunia Filosofis
Meskipun
sebagian besar gagasan filosofis tersembunyi dalam sebuah penelitian (Slife
& William, 1995), gagasan-gagasan tersebut tetap mempengaruhi praktik
penelitian dan perlu diidentifikasi. Saya merekomendasikan agar siapa pun yang
tengah mempersiapkan proposal atau rencana penelitian seyogianya memperjelas
gagasan-gagasan filosofis yang mereka ekspos. Penjelasan ini tentu akan mencerminkan
alasan mengaPa mereka perlu memilih- pendekatan kuaiitatif, kuantitatif, atau
metode camPuran untuk penelitian mereka.
· Pertimbangan-Pertimbangan dasar mengapa pandangan-dunia tersebut digunakan
·
Bagaimana pandangan-dunia itu membentuk
pendekatan penelitian.
Saya
lebih memilih menggunakan istilah pandangan-dunia (worldviews) karena memiliki
arti kepercayaan dasar yang memandu tindakan (Guba, 1990: 17). Peneliti lain
lebih suka menyebutnya paradigma (Lincoln & Guba, 2000; Mertens, 1998);
epistemologi dan ontologi (Crotty, 1998), atau metodologi penelitian yang telah
diterima secara luas (Neuman, 2000). Saya memandang pandangan-dunia sebagai
orientasi umum terhadap dunia dan sifat penelitian yang dipegang kukuh oleh
peneliti. Pandangan-dunia ini sering kali dipengaruhi oleh bidang keilmuan yang
menjadi konsentrasi mahasiswa,kepercayaan para pembimbin dan pihak fakultas
terhadap bidang tersebut, dan pengalaman-pengalaman penelitian sebelumnya.
Unikny pandangan dunia yang dipegang kukuh oleh para peneliti tidak jarang
merangkul secara kolektif pendekatan kualitatif, kuantitafrf, dan metode
campuran dalam penelitian mereka. Ada empat pandangan dunia yang akan dibahas
kali ini: post-positivisme, konstruktivisme, advokasi/partisipatoris, dan
pragmatisme. Elemen-elemen penting dalam setiap pandangan dunia ini dapat
dilihat dalam Tabel 1.1.
Tabel
1.1 Empat Pandangan-Dunia
Post-positivisme
|
Konstruktivisme
|
·
Determinasi
·
Reduksionisme
·
Observasi dan Pengujian empiris
·
Verifikasi teori
|
·
Pemahaman
·
Makna yang beragarn dari
partisipan
·
Konstruksisosiai dan historis
·
Penciptaan teori
|
Advokasi/Partisipatoris
|
Pragmatisme
|
·
Bersifat politis
·
Berorientasi pada isu
pemberdayaan
·
Kolaboratif
·
Berorientasi pada perubahan
|
·
Efek-efek tindakan
·
Berpusat Pada masalah
·
Bersifat Pluralistik
·
Berorientasi pada praktik
dunia-nyata
|
Pandangan-Dunia Post-positivisme
Asumsi-asumsi
post-positivis merepresentasikan bentuk tradisional penelitian, yang
kebenarannya lebih sering disematkan untuk penelitian kuantitatif ketimbang
penelitian kualitatif. Pandangan-dunia ini terkadang disebut sebagai metode
saintifik atau penelitian sains. Ada pula yang menyebutnya sebagai penelitian
positivis/post-positivis, sains empiris, dan post-positivisme. Istilah terakhir
disebut post-positivisme karena ia merepresentasikan pemikiran
post-positivisme, yang menentang gagasan tradisional tentang kebenaran absolut
ilmu pengetahuan (Phillips & Burbules, 2000), dan mengakui bahwa kita tidak
bisa terus menjadi "orang yang yakin/positif" pada klaim-klaim kita
tentang pengetahuan ketika kita mengkaji perilaku dan tindakan manusia. Dalam
perkembangan historisnya, tradisi post-positivis ini lahir dari penulis-penulis
abad XIX, seperti Comte, Mill, Dukheim, Newton, dan Locke (Smith, 1983), dan
belakangan dikembangkan lebih lanjut oleh penulis-penulis seperti Phillips dan
Burbules (2000).
Kaum
Post-positivis mempertahankan filsafat deterministik bahwa sebab-sebab
(faktor-fakior kausatif) sangat mungkin menentukan akibat atau hasil akhir.
Untuk itulah, problem-problem yang dikaji oleh kaum post-positivis mencerminkan
adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab y ang
memengaruhi hasil akhir, sebagaimana yang banyak kita jumpai dalam penelitian
eksperimen kuantitatif. Filsafat kaum post-positivis juga cenderung
reduksionistis yang orientasinya adalah mereduksi gagasan-gagasan besar menjadi
gagasan-gagasan terpisah yang lebih kecil untuk diuji lebih lanjut, seperti
halnya variabel-variabel yang umumnya terdiri dari sejumlah rumusan masalah dan
hipotesis penelitian.
Pengetahuan
yang berkembang melalui kacamata kaum post-positivis selalu didasarkan pada
observasi dan pengujian yang sangat cermat terhadap realitas objektif yang
muncul di dunia "luar sana." Untuk itulah, melakukan observasi dan
meneliti perilaku individu-individu dengan berlandaskan pada ukuran angka-angka
dianggap sebagai aktivitas yang amat penting bagi kaum post-positivis.
Akibatnya, muncul hukum-hukum atau teori-teori yang mengatur dunia, yang
menuntut adanya pengujian dan verifikasi atas kebenaran teori-teori tersebut.
agar dunia ini dapat dipahami oleh manusia. Untuk itulah, dalam metode
saintifik,salah satu pendekatan penelitian "yang telah disepakati"
oleh kaum post-positivis, seorang peneliti harus mengawali penelitiannya dengan
menguji teori tertentu, lalu mengumpulkan data baik yang mendukung maupun yang
membantah teori tersebut, baru kemudian membuat perbaikan-perbaikan lanjutan
sebelum dilakukan pengujian ulang.
Membaca
buku Phillips dan Burbules (2000), kita akan menemukan sejumlah asumsi dasar
yang menjadi inti dalam paradigma penelitian post-positivis, antara lain:
1.
Pengetahuan bersifat konjektural/terkaan
(dan antifondasional/ddak berlandasan apa pun) -bahwa kita tidak akan pernah
mendapatkan kebenaran absolut. untuk itulah, bukti yang dibangun dalam
penelitian sering kali lemah dan tidak sempurna. Karena alasan ini pula, banyak
peneliti yang berujar bahwa mereka tidak dapat membuktikan hipotesisnya;
bahkan, tak jarang rnereka juga gagal untuk menyangkal hipotesisnya.
2.
Penelitian merupakan proses membuat
klaim-klaim, kemudian menyaring sebagian klaim tersebut meniadi "klaim-klaim
lain" yang kebenarannya jauh lebih kuat. sebagian besar penelitian
kuantitatif, rnisalnya, selalu diawali dengan pengujian atas suatu teori.
3.
Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti,
dan Pertimbang-pertimbangan logis. Dalam praktiknya, peneliti mengumpulkan
informasi dengan menggunakan instrumen-instrumen Pengukuran tertentu yang diisi
oleh para partisipan atau dengan melakukan observasi mendalam di lokasi
penelitian.
4.
Penelitian harus mampu mengembangkan
statemen-statemen yang relevan dan benar, statemen-statemen yang dapat
menjelaskan situasi yang sebenarnya atau dapat mendeskripsikan relasi
kausalitas dari suatu persoalan. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti membuat
relasi antarvariabel dan mengemukakannya dalam bentuk pertanyaan dan hipotesis'
5.
Aspek terpenting dalam penelitian adalah
sikap objektif; para peneliti harus menguji kembali metode-metode dan
kesimpulan-kesimpulan yang sekiranya mengandung bias. untuk ituiah, dalam
penelitian kuantitatif, standar validitas dan reliabilitas. menjadi dua ispek
penting yang wajib dipertimbangkan oleh peneliti.
Pandangan-Dunia Konstruktivisme
Sosial
Kelompok
lain memiliki pandangan dunia yang berbeda. Salah satunya adalah
pandangan-dunia konstruktivisme sosial (yang sering kali dikombinasikan dengan
interpretivisme) (lihat Merters, 1998). Pandangan-dunia ini biasanya dipandang
sebagai suatu pendekatan dalam penelitian kualitatif. Gagasan konstruktivisme
sosial berasal dari Mannheim dan buku-buku seperti The Social Construction of
Reality-nya Berger dan Luekmann (1967) dan Naturalistic Inquiry-nya Lincoln dan
Guba (1985). Dewasa ini, penulis-penulis yang getol mengkaji paradigma
konstruktivisme sosial antara lain Lincoln dan Guba (2000), Schwandt (2007,
Neuman (2000), dannCrotty (1998).
Konstruktivisme
sosial meneguhkan asumsi bahwa individu-individu selalu berusaha memahami dunia
di mana mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan makna-makna subjektif
atas pengalaman-pengalaman mereka -makna-makna yang diarahkan pada objek-objek
atau benda-benda tertentu. Makna-makna ini pun cukup banyak dan beragam
sehingga peneliti dituntut untuk lebih mencari kompleksitas pandangan-pandangan
ketimbang mempersempit makna-makna meniadi sejumlah kategori dan gagasan.
Peneliti berusaha mengandalkan sebanyak mungkin pandangan partisipan tentang
situasi yang tengah diteliti. Untuk mengeksplorasi pandangan-pandangan ini,
pertanyaan-pertanyaan pun perlu diajukan. Pertayaan-pertanyaan ini bisa jadi
sangat luas dan umum sehingga partisipan dapat mengkonstruksi makna atas situasi
tersebut, yang biasanya tidak asli atau tidak dipakai dalam interaksi dengan
orang lain. Semakin terbuka pertanyaan tersebut tentu akan sernakin baik, agar
peneliti bisa mendengarkan dengan cermat apa yang dibicarakan dan dilakukan
partisipan dalam kehidupan mereka.
Makna-makna
subjektif ini sering kali dinegosiasi secara sosial dan historis. Makna-makna
ini tidak sekadar dicetak untuk kemudian dibagikan kepada indiviciu-individu,
tetapi harus dibuat melalui interaksi dengan mereka (karena itulah dinamakan konstruktivisme
sosial) dan melalui norma-norma historis dan sosial yang berlaku dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Makna-makna itu juga harus ditekankan pada
kontekster tentu dimana individu-individu ini tinggal dan kerjia agar peneliti
dapat memahami latar belakang historis dan kultural mereka.
Para
peneliti iuga perlu menyadari bahwa latar belakang dapat mempengaruhi,
penafsiran mereka terhadap hasil penelitian. Untuk itulah ketika melakukan
penelitian,mereka harus memosisikan diri mereka sedemikian rupa seraya mengakui
dengan rendah hati bahwa interpretasi mereka tidak pernah lepas dari pengalaman
pribadi, kultural, dan historis mereka sendiri. Dalam konteks konnstruktivisme,
peneliti memiliki tujuan utama, yakni berusaha memaknai (atau menafsirkan) makna-makna
yang dimiliki orang lain tentang dunia ini. Ketimbang mengawali penelitiannya
dengan suatu teori (seperti dalam post-positivisme), peneliti sebaiknya membuat
atau mengembangkan suatu teori atau pola makna tertentu secara induktif.
Terkait
dengan konstruktivisme ini, Crotty(1995) memperkenalkan sejumlah asumsi:
1.
Makna-makna dikonstruksi oleh manusia
agar mereka bisa tertibat dengan dunia yang tengah mereka tafsirkan. Para
peneliti kualititif cenderung menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka agar partisipan
dapat mengungkapkan pandangan-pandangannya.
2.
Manusia senantiasa terlibat dengan dunia
mereka dan berusaha memahaminya berdasarkan perspektif historis dan sosial
mereka sendiri – kita semua dilahirkan ke dunia makna (world of meaning) yang
dianugerahkan oleh kebudayaan di sekeliling kita. Untut itulah, para peneliti
kualitatif harus memahami konteks atau latar belakang partisipan mereka dengan
cara mengunjungi konteks tersebut dan mengumpulkan sendiri informasi yang
dibutuhkan. Mereka juga harus menafsirkan apa yang mereka cari: sebuah
penafsiran yang dibentuk oleh pengalaman dan latar belakang mereka sendiri.
3.
Yang menciptakan makna pada dasarnya
adalah lingkungan sosial, yang muncul di dalam dan di luar interaksi dengan
komunitas manusia. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif di mana di
dalamnya peneliti menciptakan makna dari data-data lapangan yang dikumpulkan.
Pandangan-Dunia Advohasi dan
Partisipatoris
Terdapat
kelompok lain yang memiliki asumsi-asumsi filosofis berdasarkan pada pendekatan
advokasi/partisipatoris. Pendekatan ini muncul sejak 1980-an hingga 1990-an
dari sejumlah kalangan yang merasa bahwa asumsi-asumsi post-positivis telah
rnembebankan hukum-hukum dan teori-teori struktural yang sering kali tidak
sesuai dengan/tidak menyertakan individu-individu yang terpinggirkan dalam
masyarakat kita atau isu-isu keadilan sosial yang memang perlu dimunculkan.
Pandangan-dunia ini tampaknya memang cocok dengan penelitian kualitatif, namun
ia juga bisa menjadi dasar untuk penelitian kuantitatif .
Dalam
sejarahnya, pembahasan tentang advokasi/partisipatoris (atau emansipatoris)
dapat kita jumpai dalam kajian-kajian yang dilakukan oleh penulis-penulis
seperti Marx, Adorno, Marcuse, Habermas, dan Freire (Neuman, 2000). Adapun Fay
(1987), Heron dan Reason (1997, serta Kemmis dan Wilkinson (1998) merupakan
sederet penulis masa kini yang aktif mengkaji perspektif advokasi dan
partisipatoris ini. Yang ielas, mereka semua merasa bahwa sikap konstruktivis
tidak memadai dalam menganjurkan (mengadvokasi) program aksi untuk membantu
orang-orang yang termarjinalkan.
Pandangan-dunia
advokasi/partisipatoris berasumsi bahwa penelitian harus
dihubungkan dengan politik dan agenda politis. Untuk itulah, penelitian ini
pada umumnya memiiiki agenda aksi demi reformasi yang diharapkan dapat mengubah
kehidupan para partisipan, institusi-institusi di mana mereka hidup dan
bekerja, dan kehidupan para peneliti sendiri. Di samping itu, pandangan-dunia
ini menyutakan bahwa ada isu-isu tertentu yang perlu mendapat perhatian lebih,
utamanya isu-isu menyangkut kehidupan sosial dewasa ini, seperti pemberdayaan,
ketidakadilan, penindasan, penguasaan, ketertindasan, dan pengasingan. Peneliti
dapat mengawali penelitian mereka dengan salah satu dari isu-isu ini sebagai
fokus penelitiannya.
Dalam
penelitian ini, para peneliti harus bertindak secara kolaboratif agar nantinya
tidak ada partisipan yang terpinggirkan dalam hasil penelitian mereka. Bahkan,
para partisipan dapat membantu merancang pertanyaan-pertanyaan, mengumpulkan
data, menganalisis informasi, atau mencari hibah-hibah penelitian. Penelitian
advokasi menyediakan sarana bagi partisipan untuk menyuarakan pendapat dari
hak-hak mereka yang selama ini tergadaikan. Penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran mereka akan realitas sosial yang sebenarnya atau dapat
mengusulkan suatu agenda perubahan demi memperbaiki kehidupan mereka sendiri.
Tentu saja, kondisi ini akan mendorong lahirnya satu suara yang bersatu demi
reformasi dan perubahan.
Pandangan-dunia
filosofis advokasi/partisipatoris fokus pada kebutuhan-kebutuhan suatu kelompok
atau individu tertentu yang mungkin termarginalkan secara sosial. Untuk itulah,
tidak menutup kemungkinan diintegrasikannya pandangan-dunia ini dengan
perspektif-perspektif teoretis lain yang mengkonstruksi suatu gambaran tentang
isu-isu/masalah-masalah yang hendak diteliti, orang-orang yang diselidiki, dan
perubahan-perubahan yang diinginkan, seperti perspektif feminis, diskursus
rasialisme, teori kritis, teori queer, dant eori disability –sejumlah
perspektif teoretis ini akan dibahas lebih rinci pada Bab 3.
Meskipun
penjelasan saya sejak tadi cenderung bersifat generalisasi terhadap
kelornpok-kelompok yang termarginalkan, setidak-tidaknya kita perlu membaca
ringkasan Kemmis dan Wilkinson (1995) tentang karakteristik-karakteristik inti
dari penelitian advokasi atau partisipatoris:
1.
Tindakan partisipatoris bersikap
dialektis dan difokuskan untuk membawa perubahan. Untuk itulah, pada akhir
penelitian advokasi /partisipatoris, para peneliti harus memunculkan agenda
aksi demi reformasi dan perubahan.
2.
Penelitian ini ditekankan untuk membantu
individu-individu agar bebas dari kendala-kendala yang muncul dari media,
bahasa, aturan-aturan kerja, dan relasi kekuasaan dalam ranah pendidikan.
Penelitian advokasi/partisipatoris sering kali dimulai dengan satu isu penting
atau sikap tertentu terhadap masalah-masalah sosial, seperti pemberdayaan.
3.
Penelitian ini bersifat emansipatoris
yang berarti bahwa penelitian ini membantu membebaskan manusia dari ketidakadilan-ketidakadilan
yang dapat membatasi perkembangan dan determinasi diri. Penelitian
advokasi/partisipatoris bertujuan untuk menciptakan perdebatan dan diskusi
politis untuk menciptakan perubahan.
4.
Penelitian ini juga bersifat praktis dan
kolaboratif karena ia hanya dapat sempurna jika dikolaborasikan dengan
penelitian-penelitian lain, dan bukan menyempurnakan penelitian-penelitian yang
lain. Dengan spirit inilah para peneliti advokasi/partisipatoris melibatkan
para partisipan sebagai kolaborator aktif dalam penelitian mereka.
Pandangan –Dunia Pragmatik
Prinsip
lain berasal dari kelompok pragmatis. Pragmatisme ini berawal dari kajian
Peirce, james, Mead, dan Dewey (Cherryholmes, 1992). Penulis-penulis
kontemporer yang termasuk dalam kelompok ini antara lain Rorty (1990), Murphy
(1990), Patton (1990), dan Cherryholmes (1992). Paradigma filosofis yang satu
ini memiliki banyak bentuk, tetapi pada umumnya Pragmatisme sebagai
pandangan-dunia lahir dari tindakan-tindakan, situasi-situasi, dan
konsekuensi-konsekuensi yang sudah ada, dan bukan dari kondisi-kondisi
sebelumnya (seperti dalam post-positivisme). Pandangan-dunia ini berpijak pada
aplikasi-aplikasi dan solusi-solusi atas problem-problem yang ada (Patton,
1990). Ketimbang berfokus pada metode-metode, para peneliti pragmatik lebih
menekankan pada pemecahan masalah dan menggunakan semua pendekatan yang ada
untuk memahami rnasalah tersebut (lihat Rossman & Wilson, 1985).
Sebagai
salah satu paradigma filosofis untuk penelitian metode campuran, Tashakkori dan
Teddlie (1998), Morgan (2007), dan Patton (1990) menekankan pentingnya paradigma pragmatik ini
bagi para peneliti metode campuran, yang pada umumnya harus berfokus pada
masalah-masalah penelitian dalam ilmu sosial humaniora, kemudian menggunakan
pendekatan yang beragam untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam
tentang problem-problem tersebut. Berdasarkan kajian Cherryholmes (1992),
Morgan (2007), dan pandangan saya pribadi, pragmatisme pada hakikatnya
merupakan dasar filosofis untuk setiap bentuk penelitian, khususnya penelitian
metode campuran:
1.
Pragmatisme tidak hanya diterapkan untuk
satu sistem filsafat atau realitas saja. Pragmatisme dapat digunakan untuk
penelitian metode campuran yang di dalamnya para peneliti bisa dengan bebas
melibatkan asumsi-asumsi kuantitatif dan kualitatif ketika mereka terlibat
dalam sebuah penelitian.
2.
Setiap peneliti memiliki kebebasan
memilih. Dalam hal ini, mereka bebas untuk memilih metode-metode,
teknik-teknik, dan prosedur-prosedur peneIitian yang dianggap terbaik untuk
memenuhi kebutuhan dan tujuan mereka.
3.
Kaum pragmatis tidak melihat dunia
sebagai kesatuan yang mutlak. Artinya, para peneliti metode campuran dapat
menerapkan berbagai pendekatan dalam mengumpulkan dan menganaIisis data
ketimbang hanya menggunakan satu pendekatan saja (jika tidak kuantitatif,
selalu kualitatif).
4.
Kebenaran adalah apa yang teriadi pada
saat itu. Kebenaran tidak didasarkan pada dualitas antara kenyataan yang berada
di luar pikiran dan kenyataan yang ada dalam pikiran. Untuk itulah, dalam
peneiitian metode campuran, para peneliti menggunakan data kuantatif dan
kualitatif karena mereka meneliti untuk memiliki pemahaman yang baik terhadap
masalah penelitian.
5.
Para peneliti pragmatis selalu melihat
apa dan bagaimana meneliti, seraya mengetahui apa saja akibat-akibat yang akan
mereka terima –kapan dan dimana mereka harus menjalankan penelitian tersebut.
Untuk itulah, para peneliti metode campuran pada umumnya selalu memiliki tujuan
atas pencampuran (mixing) ini, sejenis alasan mengapa data kuantitatif dan
kualitatif harus dicampur menjadi satu.
6.
Kaum pragmatis setuju bahwa penelitian
selalu muncul dalam konteks sosial, historis, politis, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, penelitian metode campuran bisa saja beralih pada paradigma
post-modern, suatu pandangan teoretis yang reflektif terhadap keadilan sosial
dan tujuan-tujuan politis.
7.
Kaum pragmatis percaya akan dunia
eksternal yang berada di luar pikiran sebagaimana yang berada di dalam pikiran
manusia. Mereka juga percaya bahwa kita harus berhenti bertanya tentang
realitas dan hukum-hukum alam (Cherryholmes, 1992). Bahkan, "mereka
sepertinya ingin mengubah subjek" (Rorty, 1983: xiv).
8.
Untuk itulah, bagi para peneliti metode
campuran, pragmatisme dapat membuka pintu untuk menerapkan metode-metode yang
beragam, pandangan-dunia yang berbeda-beda, dan asumsi-asumsi yang bervariasi,
serta bentuk-bentuk yang berbeda dalam pengumpulan dan analisis data.
Strategi-Strategi Penelitian
Para
peneliti hendaknya jangan hanya memilih penelitian kualitatif, kuantitatif,
atau metode campuran untuk diterapkan; mereka juga harus menentukan jenis
penelitian dalam tiga pilihan tersebut. Strategi-strategi penelitian merupakan
jenis-jenis rancangan peneIitian kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran
yang menetapkan prosedur-prosedur khusus dalam penelitian. Beberapa orang
menyebut strategi penelitian dengan istilah pendekatan peneiitian (Creswell,
2007) atau metodologi penelitian (Mertens, 1998).
Strategi-strategi
yang tersedia bagi peneliti sebenamya sudah muncul bertahun-tahun lalu saat
teknologi komputer telah mempercepat aktivitas kita dalam menganalisis
data-data yang rurnit. Strategi-strategi tersebut hadir ketika manusia sudah
mampu mengartikulasikan prosedur-prosedur baru dalam melakukan penelitian ilmu
sosial. Pilihlah salah satu dari strategi-strategi penelitian yang sering kali
digunakan dalam ilmu sosial, seperti yang akan saya jelaskan dalam Bab 8, 9,
dan10.
Di
sini, saya hanya akan memperkenalkan strategi-strategi ini yang nantinya akan
dijelaskan lebih rinci –lengkap dengan contoh-contohnya— di sepanjang buku ini.
Ringkasan strategi-strategi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.2.
Tabel
1.2 Strategl-Strategi
Penetitian Alternatif
Kuantitatif
|
Kualitatif
|
Metode Campuran
|
·
Rancangan-rancangan eksperimen
·
Rancangan-racangan
non-eksperimen, seperti metode survei
|
·
Penelitian naratif
·
Fenomenologi
·
Etnografi
·
Grounded theory
·
Studi kasus
|
·
Sekuensial
·
Konkuren
·
Transformatif
|
Strategi-strategi Kuantitatif
Selama
akhir abad XIX dan awal abad XX, strategi-strategi penelitian yang berkaitan
dengan rancangan kuantitatif selalu meIibatkan pandangan-dunia post-positivis.
Strategi-strategi ini meliputi eksperimeh-eksperimen nyata,
eksperimen-eksperimen yang kurang rigid yang sering disebut dengan
kuasi-eksperimen dan penelitian korelasional (Campbell & Stanley, 1963),
dan eksperimen-eksperimen single-subject (Cooper, Heron, & Heward, 1987;
Neuman & McCormick,1995).
Namun,
dewasa ini, strategi-strategi kuantitatif sudah melibatkan
eksperimen-eksperimen yang lebih kompleks dengan semua variabei dan
treatment-nya (seperti rancangan faktorial dan rancangan repeated measure).
Strategi-strategi kuantitatif juga meliputi model-model persamaan struktural
yang sedikit rumit, yang biasanya menyertakan metode-metode kausalitas dan identifikasi
kekuatan variabel-variabel ganda. Dalam buku ini, saya hanya fokus pada dua
strategi penelitian kuantitatif, yakni survei dan eksperimen.
·
Penelitian
survei berusaha memaparkan secara kuantitatif
kecenderungan, sikap, atau opini dari suatu populasi tertentu dengan meneliti
satu sampel dari populasi tersebut. Penelitian ini meliputi studi-studi
cross-sectional dan longitudinal yang menggunakan kuesioner atau wawancara
terencana dalam pengumpulan data, dengan tujuan untuk menggeneralisasi populasi
berdasarkan sampel yang sudah ditentukan (Babbie, 1990).
·
Penelitian
eksperimen berusaha menentukan apakah suatu treatment
memengaruhi hasil sebuah penelitian. Pengaruh ini dinilai dengan cara
menerapkan treatment tertentu pada satu kelompok (sering disebut kelompok
treatment, penj.) dan tidak menerapkannya pada kelompok yang lain (sering
disebut kelompok kontrol, Penj.), Ialu menentukan bagaimana dua kelompok
tersebut menentukan hasil akhir. Penelitian ini mencakup eksperimen-aktual
dengan penugasan acak (random assignmenf) atas subjek-subjek yang di-treatment
dalam kondisi-kondisi tertentu, dan kuasi-eksperimen dengan prosedur-prosedur
non-acak (Keepel 1991). Termasuk dalam kuasi-eksperimen adalah rancangan
single-subiect.
Strategi-Strategi Kualitatif
Untuk
penelitian kualitatif, strategi-strateginya sudah mulai bermunculan sepanjang
tahun 1990-an dan memasuki abad XX. Tidak sedikit buku yang telah membahas
strategi kualitatif ini (seperti 19 strategi yang diperkenalkan oleh Wolcott,
2001). Bahkan, pendekatan-pendekatan di dalam penelitian kualitatif tertentu
sudah memiliki prosedur-prosedur yang lengkap dan jelas. Misalnya, Clandinin
dan Connelly (2000) telah membuat deskripsi komprehensif tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang peneliti
naratif. Moustakas (1994) juga telah membahas doktrin-doktrin filosofis dan
prosedur-prosedur dalam metode fenomenologi, sedangkan Strauss dan Corbin
(1990,1998) memperkenalkan prosedur-prosedur untuk peneliti grounded theory.
Wolcott (1999) menjabarkan prosedur-prosedur etnografis, dan Stake (1995)
merekomendasikan sejumlah proses yang harus dilakukan dalam penelitian studi
kasus.
Dalam
buku ini, saya sudah menyajikan ilustrasi-ilustrasi berdasarkan
strategi-strategi di atas, sekaligus memperkenalkan bahwa pendekatan-pendekatan
seperti penelitian partisipatoris (Kemmis & Wilkinson, 1998), analisis
wacana (Cheek,2004), dan pendekatan-pendekatan lain yang tidak disebutkan (lihat
Creswell, 2007b) juga dapat menjadi cara-cara yang memadai di dalam melakukan
penelitian kualitatif:
·
Etnografi merupakan salah satu strategi
penelitian kualitatif yang di dalamnya peneliti menyelidiki suatu kelompok
kebudayaan di lingkungan yang alamiah dalam periode waktu yang cukup lama dalam
dalam pengumpulan data utama, data observasi, dan data wawancara (creswell,
2007b). Proses penelitiannya fleksibel dan biasanya berkembang sesuai kondisi
dalam merespons kenyataan-kenyataan hidup yang dijumpai di lapangan (LeCompte
& Schensul, 1999).
·
Grounded theory nterupakan strategi
penelitian yang di dalamnya peneliti "memproduksi" teori umum dan
abstrak dari suatu proses, aksi, atau interaksi tertentu yang berasal dari
pandangan-pandangan partisipan. Rancangan ini mengharuskan peneliti untuk
menjalani sejumlah tahap pengumpulan data dan penyaringan kategori-kategori
atas informasi yang diperoleh (Charmaz, 2006; Strauss dan Corbin, 1990, 1998).
Rancangan ini memiliki dua karakteristik utama, yaitu: (1) perbandingan yang
konstan antara data dan kategori-kategori yang muncul dan (2) pengambilan
contoh secara teoretis (teoretical sampling) atas kelompok-kelompok yang
berbeda untuk memaksimalkan kesamaan dan perbedaan informasi.
·
Studi kasus merupakan strategi
penelitian dimana didalamnya peneliti menyeliki secara cermat suatu program,
peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi
oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap
dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang
telah ditentukan (Stake, 1995).
·
Fenomenologi merupakan strategi
penelitian di mana di dalamnya peneliti mengidentifikasi hakikat pengalaman
manusia tentang suatu fenomena tertentu. Memahami pengalaman-pengalaman hidup
manusia menjadikan filsafat fenomenologi sebagai suatu metode penelitian yang
prosedur-prosedurnya mengharuskan peneliti untuk mengkaji sejumlah subjek
dengan terlibat secara langsung dan relatif lama di dalamnya untuk
mengembangkan pola-pola dan relasi-relasi makna (Moustakas, 1994). Dalam Proses
ini, peneliti mengesampingkan terlebih dahulu pengalaman-pengalaman pribadinya
agar ia dapat memahami pengalaman-pengalaman partisipan yang ia teiiti
(Nieswiadomy,1993).
·
Naratif merupakan strategi penelitian di
mana di dalamnya peneliti menyelidiki kehidupan individu-individu dan meminta
seorang atau sekolompok individu untuk menceritakan kehidupan mereka. Informasi
ini kemudian diceritakan kembali oleh peneliti dalam kronologi naratif. Di
akhir tahap penelitian, peneliti harus menggabungkan dengan gaya naratif
pandangan-pandangannya tentang kehidupan partisipan dengan
pandangan-pandangannya tentang kehidupan peneliti sendiri (Clandinin &
Connelly,2000).
Strategi-Strategi Metode Campuran
Strategi-strategi
metode campuran sebenamya kurang populer dibanding dua strategi sebelumnya
(kuantitatif dan kualitatif). Konsep untuk "mencampur metode-metode yang
berbeda" ini pada hakikatnya muncul pada 1959 ketika Campbell dan Fisk
menggunakan metode-jamak (multimethods) dalam meneliti kebenaran watak-watak
psikologis. Mereka kemudian mendorong orang lain menggunakan matriks
metode-jamak mereka untuk menguji kemungkinan digunakannya pendekatan-jamak
(muttiple approaches) dalam pengumpulan data penelitian. Berawal dari inilah, banyak
orang yang kemudian mencampur metode-metode sekaligus pendekatan-pendekatan
yang berhubungan dengan metode-metode tersebut, misalnya, mereka menggabungkan
metode observasi dan wawancara (data kualitatif) dengan metode survei
tradisional (data kuantitatif) (Sieber, 1973).
Dengan
menyadari bahwa setiap metode pasti memiliki kekurangan dan keterbatasan, para
peneliti metode campuran pun akhirnya meyakini bahwa bias-bias yang muncul
dalam satu metode dapat menetralisasi atau menghilangkan bias-bias dalam metode
metode yang lain. Triangulasi sumber-sumber data (triangulasi of data
resourcers) –suatu metode dalam mencari konvergensi antara metode kualitatif
dan metode kuantitatif—pun muncul (Jick, 1979). Pada awal 1990-an, gagasan
"pencampuran" (mixing) ini mulai beralih dari yang awalnya hanya
berusaha mencari-cari konvergensi menuju usaha penggabungan yang sebenarnya
antara data kuantitatif dan data kualitatif. Misalnya, hasil-hasil dari satu
metode dapat membantu metode yang lain, utamanya dalam mengidentifikasi para
partisipan yang diteliti atau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (Thashakkori
& Teddlie, 1998). Selain itu, data kualitatif dan kuantitatif dapat
disatukan menjadi satu database besar yang bisa digunakan secara berdampingan
untuk memperkuat satu sama lain (misalnya, kuota kualitatif dapat mendukung
hasi-hasil statistik)(Creswell & Plano Clark, 2007). Jika tidak, kombinasi
dua metode tersebut dapat diterapkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang luas dan
transformatif, misalnya, dalam mengadvokasi kelompok-kelompok marginal, seperti
perempuan, minoritas etnik/ras, komunitas gay dan lesbian, orang-orang difabel,
dan mereka yang miskin/lemah (Mertens' 2003).
Dimungkinkannya
sejumlah metode dicampur "jadi satu" telah rnenuntun para pakar untuk
mengembangkan prosedur-prosedur penelitian berdasarkan metode campuran. Hingga
saat ini, istilah-istilah untuk menyebut rancangan metode campuran pun sangat
beragam, seperti multi-metode, metode konvergensi, metode terintegrasi, dan
metode kombinasi (Creswell & Plano Clark, 2007), yang memiliki
prosedur-prosedurnya masing-masing (Tashakkori & Teddlie, 2003) .
Secara
khusus, ada tiga strategi metode campuran dan sejumlah variasinya yang akan
diilustrasikan dalam buku ini:
·
Strategi
metode campuran sekuensial/bertahap (sequential mixed
methods) merupakan prosedur-prosedur di mana di dalamnya peneliti berusaha
menggabungkan atau memperluas penemuan-penernuannya yang diperoleh dari satu
metode dengan penemuan-penemuannya dari metode yang lain. Strategi ini dapat
dilakukan dengan melakukan interview kualitatif terlebih dahulu untuk
mendapatkan penjelasan-penjelasan yang memadai, lalu diikuti denganmetode
survei kuantitatif dengan sejumlah sampel untuk memperoleh hasil umum dari
suatu populasi. Jika tidak, penelitian ini dapat dimulai dari metode
kuantitatif terlebih dahulu dengan menguji suatu teori atau konsep tertentu,
kemudian diikuti dengan metode kualitatif dengan mengeksplorasi sejumlah kasus
dan individu.
·
Strategi
metode campuran konkuren/satu waktu (concurrent mixed
metlnds) merupakan prosedur-prosedur di mana di dalamnya peneliti mempertemukan
atau menyatukan data kuantitatif dan data kualitatif untuk memperoleh analisis
kornprehensif atas masalah penelitian. Dalam strategi ini, peneliti
mengumpulkan dua jenis data tersebut pada satu waktu, kemudian menggabungkannya
menjadi satu informasi dalam interpretasi hasil keseluruhan. Jika tidak, dalam
strategi ini peneliti dapat memasukkan satu jenis data yang lebih kecil ke
dalam sekumpulan data yang lebih besar untuk menganalisis jenis-jenis
pertanyaan yang berbeda-beda (misalnya, jika metode kualitatif diterapkan untuk
melaksanakan penelitian, metode kuantitatif dapat diterapkan untuk mengetahui
hasil akhir).
·
Prosedur
metode campuran transformatif (transformative mixed
methods) merupakan prosedur-prosedur di mana di dalamnya peneliti menggunakan
kacamata teoretis (lihat Bab 3) sebagai perspektif overaching yang di dalamnya
terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif. Perspektif inilah yang akan
menyediakan kerangka kerja untuk topik penelitian, metode-metode untuk
pengumpulan data, dan hasil-hasil atau perubahan-perubahan yang diharapkan.
Bahkan, perspektif ini bisa digunakan peneliti sebagai metode pengumpulan data
secara sekuensial ataupun konkuren.
Metode-Metode Penelitian
Komponen
ketiga dalam kerangka kerja penelitian adalah metode-metode penelitian spesifik
yang berkaitan dengan strategi pengumpulan, analisis, dan interpretasi data.
Seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1.3, peneliti perlu mempertimbangkan
sejumlah metode pengumpulan data dan mengatumya secara sisternatis, misalnya
berdasarkan level metode tersebut atas sifat objek penelitian, fungsi metode
tersebut saat peneliti menggunakan pertanyaan tertutup dan terbuka, dan fokus metode
tersebut pada analisis data yang numerik atau non-numerik. Metode-metode ini
akan dijelaskan lebih lanjut dalam Bab 8 hingga 10.
Tabel
1.3
Metode Kuantitafif, Metode Campuran, dan Metode Kualitatif
Metode Kuantitatif à Metode Campuran ß Metode Kualitatif
|
||
·
Bersifat Pre-determined (sudah
ditentukan sebelumnya)
·
Perianyaan-Pertanyaan Yang
didasarkan Pada instrumen penelitian
·
Data Performa, data sikap, data
observasi, dan data sensus
·
Analisis statistik
·
Lnterpretasi statistik
|
·
Bersifat Pre-determined dan berkembang
dinamis
·
Pertanyaan-pertanyaan
·
Terbuka dan pertanyaan-pertanyaan
tertutup
·
Bentuk-bentuk data ber-ganda Yang
tebuka Pada
·
Kemungkinan-kemungkinan lain
·
Analisis statistik dan analisis
tekstual
·
Lintas-interpretasi database
|
·
Berkembang dinamis
·
Pertanyaan-pertanyaan terbuka
·
Data wawancara, data observasi,
data dokumentasi, dan data audio-visual
·
Analisis tekstual dan gambar
·
Lnterpretasi tema-tema, pola-pola
|
Peneliti
mengumpulkan data dengan bantuan instrumen atau tes (seperti,
pertanyaan-pertanyaan tentang harga diri) atau mengumpulan informasi dengan
bantuan checklist perilaku (seperti, observasi atas seorang pekerja yang
terlibat dalam keterampilan yang kompleks). Di sisi lain, pengumpulan data juga
bisa melibatkan peneliti untuk mengunjungi secara langsung tempat penelitian
dan mengobservasi perilaku individu-individu di dalamnya tanpa ada pertanyaan
yang disediakan sebelumnya atau melakukan wawan cara secara aktif atas
individu-individu tersebut agar dapat mengungkapkan gagasannya tentang topik
penelitian, tanpa harus menyediakan pertanyaan-pertariyaan yang spesifik.
Pemilihan
metode ini pada akhirnya haruslah disesuaikan dengan maksud peneliti; apakah
peneliti bermaksud untuk menggali informasi yang diinginkan atau membiarkannya
muncul begitu saja dari para partisipan. Atau, apakah peneliti ingin
menganalisis jenis data berupa informasi numerik yang dikumpulkan dari
instrumen penelitian atau informasi teks yang dikumpulkan dari rekaman hasil
pembicaraan dengan partisipan. Atau, apakah peneliti ingin menafsirkan,
hasil-hasil statistik atau mereka ingin menafsirkan kecenderungan-kecenderungan
atau pola-pola umum yang muncul dari data penelitian.
Dalam
sejumlah penelitian, data kuantitaiif dan kualitatif bisa saja dikumpulkan,
dianalisis, dan ditafsirkan secara bersama-sama. Data instrumen dapat
dilengkapi dengan observasi-terbuka, atau data sensus dapat diikuti dengan
wawancara mendalam. Akan tetapi, dalam kasus metode campuran, peneliti membuat
inferensi/kesimpulan antara data kuantitatif dan data kualitatif.
RANCANGAN PENELITIAN SEBAGAI
PANDANGAN-DUNIA, STRATEGI, DAN METODE
Pandangan-dunia, strategi, dan metode, semuanya turut menentukan apakah
suatu rancangan penelitian akan cenderung kuantitatif, kualitatif, atau
campuran. Tabel 1.4 menyajikan perbedaan-perbedaan yang mungkin berguna bagi
para peneliti dalam memilih suatu pendekatan penelitian. Tabel ini juga
menyertakan praktik-praktik dari tiga pendekatan yang akan dijelaskan secara
lebih rinci dalambab-bab selanjutnya di buku ini.
Berikut ini, akan digambarkan bagaimana ketiga elemen ini
(pandangan-dunia, strategi, dan metode) berkombinasi dalam satu skenario
penelitian:
Tabel
1.4 Pendekatan-Pendekatan
Kualitatif, Kuantitatif, dan Metode Campuran
Kecenderungan
|
Pendekatan Kualitatif
|
Pendekatan Kuantitatif
|
Pendekatan Metode Campuran
|
· Menggunakan
asumsi-asumsi filosofis ini
|
· Klaim-klaim
Pengetahuan konstruktivis/advokasi/ Partisipatoris
|
· Klaim-klaim
pengetahuan Post-positivis
|
· Klaim-klaim
pengetahuan pragmatis
|
· Menerapkan
strategi-strategi penelitian ini
|
· Fenomenologi,
grounded theory, etnografi, studi kasus, dan naratif
|
· Survei
dan eksprimen
|
· Sekuensial,
konkuren, dan transformatif
·
|
· Menerapkan
metode-metode ini
|
· Pertanyaan-Pertanyaan
lerbuka, pendekatan-Pendekatan yang berkembang dinamis (fleksibel/emerging),
data tekstual dan gambar
|
· Pertanyaan-Pertanyaan
terbuka, pendekatan-pendekatan yang predetermined (sudah ditentukan
sebelumnya), data berupa angka-angka
|
· Pertanyaan-pertanyaa
· yang
terbuka dan tertutup, pendekatan-
· pendekatan
yang berkembang dinamis (emerging) dan sudah ditentukan sebelumnya
(predetermined), analisis data kuantitatif dandata kualitatif
|
· Menerapkan
praktik-praktik penelitian ini
|
· Posisi-posisi
dia
· Mengumpulkan
makna dari para partisipan
· Fokus
pada satu konsep atau fenomenon
· Membawa
nilai-nilai pribadi ke dalam penelitian
· Meneliti
konteks atau setting partisipan
· Menvalidasi
akurasi penemuan-penemuan
· Menginterpretasi
data
· Membuat
agenda perubahan atau reformasi
· Berkolaborasi
dengan partisipan
|
· Menguji
atau memverifikasi teori atau Penjelasan
· Mengidentifikasi
variabel-variabel yang akan diteliti
· Menghubungkan
variabel-variabel dalam rumusan masalah dan hipotesis penelitian
· Menggunakan
standar-standar validitas dan reliabilitas
· Mengobservasi
dan mengukur informasi secara numerik (angka-angka)
· Menerapkan
pendekatan-pendekatan yang bebas-bias
· Menerapkan
prosedur-prosedur statistik
|
· Mengumpulkan
data kuantitatif dan data kualitatif
· Membuat
rasinalisasi atas dicampurnya dua data
· Menggabungkan
data pada tahap-tahap penelitian yang berbeda
· Menyajikan
gambaran visual tentang prosedur-prosedur
· Menerapkan
praktik-praktik kuantitatif dan kualitatif
|
·
Penelitian
kuantitatif –pandangan-dunia post-positivis,
strategi penelitian eksperimen, dan metode pre- danpost-test perilaku
Dalam
skenario ini, peneliti kuantitatif menguji suatu teori dengan cara memerinci
hipotesis-hipotesis yang spesifik, lalu mengumpulkan data-data untuk mendukung
atau membantah hipotesis-hipotesis tersebut. Strategi eksperimen diterapkan
untuk menilai perilaku-perilaku, baik sebelum maupun sesudah proses eksperimen.
Data-data dikumpulkan dengan bantuan instrumen khusus yang dirancang untuk
rnenilai perilaku-perilaku, sedangkan informasi-informasi dianalisis dengan
menggunakan prosedur-prosedur statistik dan penguiian hipotesis.
·
Penelitian
kualitatif
–pandangan-dunia konstruktivis, strategi etnografis, dan metode observasi
perilaku
Dalam
hal ini, peneliti kuatitatif berusaha membangun makna tentang suatu fenomena
berdasarkan pandangan-pandangan dari para partisipan. Misalnya, peneliti
menerapkan strategi etnografis dengan berusaha mengidentifikasi suatu komunitas
culture-sharing, lalu meneliti bagaimana komunitas tersebut mengembangkan
pola-pola perilaku yang berbeda dalam satu waktu. Salah satu metode pengumpulan
data untuk strategi semacam ini adalah dengan mengobservasi perilaku para
partisipan dengan cara terlibat langsung dalarn aktivitas-aktivitas mereka.
·
Penelitian
kualitatif –pandangan-dunia partisipatoris,
strategi naratif, dan metode wawancara terbuka
Untuk
penelitian yang satu ini, peneliti berusaha menyelidiki suatu isu yang
berhubungan dengan marginalisasi individu-individu tertentu. Untuk meneliti isu
ini, cerita-cerita dikumpulkan dari individu-individu tersebut dengan
menggunakan pendekatan naratif . Individu-individu ini kemudian diwawancarai
untuk mengetahui bagaimana mereka secara pribadi mengalami penindasan dan
marginalisasi.
·
Penelitian
metode campuran –pandangan-dunia pragmatis,
strategi/metode pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif secara sekuensial
Peneliti
dengan metode campuran ini melakukan suatu penelitian dengan asumsi bahwa
mengumpulkan berbagai jenis data yang dianggap terbaik dapat memberikan
pemahaman yang menyeluruh tentang masalah yang diteliti. Penelitian ini dapat
dimulai dengan survei secara luas agar dapat dilakukan generalisasi terhadap
hasil penelitian dari populasi yang telah ditentukan. Kemudian, pada tahap
selanjutnya, dilakukan wawancara kualitatif secara terbuka agar dapat
mengumpulkan pandangan-pandangan dari partisipan.
KRITERIA DALAM MEMILIH RANCANGAN
PENELITIAN
Pendekatan
kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran memiliki kemungkinan yang sama
untuk diterapkan. Lalu, faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi seseorang
untuk lebih memilih satu pendekatan tertentu ketimbang pendekaian lain untuk
proposal penelitiannya? Selain ketiga komponen di atas (pandangan-dunia,
strategi, dan metode), masalah penelitian, pengalaman-pengalaman pribadi, dan
target pembaca juga perlu dipertimbangkan oleh peneliti dalam memilih rancangan
penelitian yang tepat.
Masalah Penelitian
Masalah
penelitian, yang akan dijelaskan lebih rinci pada Bab 5, haruslah masalah yang
benar-benar perlu dibahas (seperti, masalah diskriminasi ras). Masalah-masalah
sosial tertentu terkadang turut menentukan pendekatan penelitian yang
digunakan. Misalnya, jika masalah ini mengharuskan (a) identifikasi
faktor-faktor yang memengaruhi hasil, (b) fungsi keterlibatan, atau (c)
pemahaman prediksi hasil, pendekatan kuantitatif menjadi pilihan terbaik.
Pendekatan ini juga layak diterapkan untuk menguji suatu teori atau pernyataan.
Di
sisi lain, jika ada suatu konsep atau fenomena yang perlu dipahami –misalnya,
karena sedikitnya penelitian yang membahas fenomena/konsep tersebut—berarti
pendekatan kualitatif dapat dipilih sebagai jalan terbaik. Pendekatan
kualitatif bersifat eksploratif, dan berguna bagi peneliti-peneliti yang tidak
mengetahui bagaimana menguji variabel-variabel. Jenis pendekatan ini juga bisa
berguna, misalnya, karena ada topik yang baru, dan topik baru ini tidak pernah
dibahas dengan sampel atau sekelompok individu tertentu; atau karena
teori-teori yang ada selama ini belum diterapkan sebagai landasan untuk
meneliti sampel atau sekelompok individu yang diteliti (Morse, 1991).
Pendekatan
metode campuran sangatlah berguna, utamanya ketika pendekatan kuantitatif atau
pendekatan kualitatif dirasa tidak memadai untuk memahami masalah yang
diteliti. Alhasil, keduanya pun harus digabung agar mampu memahami masalah yang
tengah diteliti. Misalnya, seorang peneliti mungkin sjia ingin melakukan
generalisasi terhadap penemuan-penemuannya atas populasi yang ada; atau ingin
mengembangkan pandangan yang detail mengenai makna suatu fenomena atau konsep
tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti tersebut terlebih dahulu harus
mempelaiari variabel-variabel apa yang akan diteliti, kemudian menguji
variabel-variabel ini berdasarkan sampel individu yang luas. Jika tidak,
peneliti bisa melakukan survei terlebih dahulu pada sejumlah besar individu,
kemudian menindaklanjuti dengan sejumlah partisipan saja untuk memperoleh
pandangan mereka tentang topik penelitian. Dalam kondisi seperti inilah,
pengumpulan data kuantitatif yang tertutup dan data kualitatif yang terbuka,
benar-benar diperlukan.
Pengalaman-Pengalaman Pribadi
Pengalaman
pribadi juga turut memengaruhi para peneliti dalam memilih pendekatan yang akan
mereka terapkan. Seseorang yang terbiasa dilatih dalam program-program teknik,
penulisan saintifik, statistik, dan komputer, serta terbiasa membaca
jumal-jurnal kuantitatif di perpustakaan, ia cenderung akan memilih rancangan
kuantitatif. Di sisi lain, seseorang yang sudah nyaman menulis buku atau
melakukan wawancara pribadi dan observasi, mungkin akan lebih tergerak untuk
menggunakan pendekatan kualitatif. Namun, seseorang yang terbiasa dengan
penelitian kuantitatif dan kualitatif sangat mungkin akan memilih metode
campuran. Biasanya, dia memiliki waktu dan sumber yang memadai untuk
mengumpulkan data-clata kuantitatif dan kualitatif, serta memiliki outlet untuk
menerapkan metode campuran yang jangkauannya cenderung luas.
Sejak
penelitian kuantitatif menjadi gaya penelitian tradisional, banyak prosedur,
dan aturan yang dibuat untuk penelitian tersebut. Sebagian orang mungkin saja
lebih nyaman dengan prosedur-prosedur penelitian kuantitatif yang sangat
sistematis ini. Namun, bagi sebagian yang lain, hal ini justru kurang
comfortable karena tidak dapat beradaptasi dengan keinginan sejumlah fakultas
yang memang memiliki basis pendekatan kualitatif dan advokasi/partisipatoris dalam
penelitian-penelitiannya. Apalagi, pendekatan-pendekatan kualitatif diyakini
menyediakan ruang inovasi yang lebih besar bagi kerangka kerja penelitian.
Penelitian semacam ini juga memungkinkan munculnya tulisan-tulisan yang lebih
kreatif dan bergaya sastrawi: suatu gaya yang sebagian orang lebih menyukainya.
Untuk para penulis advokasi/partisipatoris, tak dapat disangkal ada dorongan
yang kuat untuk mengejar topik yang memang sesuai dengan minat pribadi –isu-isu
yang berhubungan dengan orang-orang marginal, misalnya, atau keinginan untuk
menciptakan kelompok masyarakat yang lebih baik bagi mereka dan yang lainnya.
Bagi
para peneliti dengan metode campuran, proyek ini bisa saja menyita banyak waktu
karena mereka dituntut untuk mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif dan
kualitatif sekaligus. Artinya, penelitian dengan metode campuran ini hanya
sesuai bagi seorang peneliti yang merasa nyaman dengan struktur penelitian
kualitatif yang cenderung rigid dan fleksibilitas penelitian kualitatif yang
cenderung adaptif.
Pembaca
Pada
akhirnya, peneliti menulis laporan penelitian yang benar-benar bisa diterima
oleh para pembaca. Pembaca-pernbaca ini bisa jadi editor jurnal, pembaca jumal,
dewan perguruan tinggi, peserta seminar, atau rekan-rekan satu bidang ilmu
pengetahuan. Mahasiswa seharusnya mempertimbangkan pendekatan-pendekatan yang
sudah biasa direstui dan digunakan oleh para pembimbing mereka. Pembaca yang
telah berpengalaman dengan penelitian kuantitatif, kualitatif, atau metode
campuran ini dapat membantu mahasiswa untuk menentukan pilihan mereka.
RINGKASAN
Dalam
merencanakan suatu proyek penelitian, peneliti perlu menentukan apakah mereka
akan menggunakan rancangan kualitatif, kuantitatif, atau metode campuran.
Rancangan ini dipilih berdasarkan pandangan-dniia atau asumsi-asumsi filosofis
tentang suatu penelitian,strategi-strategi penelitian, dan metode-metode
penelitian. Pilihan atas suatu rancangan penelitian biasanya dipengaruhi oleh
masalah penelitian yang akan diteliti, pengalaman-pengalaman pribadi dari si
peneliti, dan target pembaca yang diharapkan akan membaca hasil penelitian
tersebut.
Komentar