Langsung ke konten utama

MANAJEMEN KRISIS, KONFLIK, DAN RISIKO PARTAI DEMOKRAT JELANG PEMILU 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Partai Demokrat menjadi berita yang sangat mengejutkan bagi orang-orang di Partai Demokrat. Jika dibandingkan dengan sebelum kasus korupsi kader-kader Partai Demokrat mencuat ke media seperti kasus Wisma Atlit dan Hambalang yang menyeret politisi Partai Demokrat yaitu Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Malarangeng dan ketua umumnya Anas Urbaningrum sangat mempengaruhi elektabilitas partai. Menurut survey elektabilitas Partai Demokrat menurun drastis karena kasus ini dari yang awalnya lebih dari 20% menjadi dibawah 10%.
       Partai Demokrat yang merajai Pemilu 2009 dalam survey ini tergambar mengalami jatuh bebas. Suara responden hanya 8,3 persen. Hasil survey dipaparkan dengan tajuk "Kinerja Pemerintah dan Partai, Tren Anomali 2012-2013" (kompas 3 Februari 2013)
Tentu saja hal ini menjadi krisis bagi Partai Demokrat yang notabene adalah pemenang pemilu dua kali berturut-turut yaitu pemilu 2004 dan pemilu 2009. Menanggapi hal ini para pengurus dan jajaran elit partai mengambil langkah strategis untuk mengatasi krisis yang sedang melanda Partai Demokrat yaitu dengan memecat para kader-kader yang terlibat kasus korupsi tak terkecuali Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum  dan mencari figur penting yang bisa mengangkat kembali citra dan elektabilitas Partai Demokrat.
Dengan mundurnya Anas dari kursi ketua umum, tentu saja ini menyebabkan kosongnya kursi pemimpin dalam partai, untuk mengatasi hal ini maka Partai Demokrat mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB). Kongres ini menghasilkan keputusan yaitu ditunjuknya kembali SBY sebagai ketua umum.
Keputusan mundurnya Anas dan ditunjuknya kembali SBY sebagai Ketua Umum, bukan tidak meninggalkan masalah. Hal ini terjadi karena kader-kader dalam Partai Demokrat terpecah menjadi dua, yaitu loyalis Anas dan loyalis SBY. Sebagian kader tidak percaya terhadapa Anas karena tidak percaya dengan kepemimpinan Anas yang diduga terlibat dalam kasus Hambalang, sebagian Kader menganggap inilah yang membuat elektabilitas Partai Demokrat turun dan ingin SBY kembali mengambil alih kepemimpinan. Karena selain dapat mengembalikan kepercayaan publik, SBY juga dianggap mampu merangkul seluruh kader-kader Partai Demokrat untuk meredam isu perpecahan di internal partai.
Keputusan untuk memecat dan mencopot Anas dari jabatannya serta menunjuk kembali SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat adalah dengan tujuan untuk mengatasi berbagai krisis yang terjadi pada Partai Demokrat, yaitu mengembalikan kepercayaan publik terhadap Partai Demokrat, meningkatkan kembali elektabilitas partai, dan mengemballikan citra Partai Demokrat sebagai partai yang anti korupsi.
Makalah ini mencoba melihat dan membahas langkah-langkah manajemen krisis yang dilakukan oleh Partai Demokrat dalam melakukan langkah penyelamatan partai. Langkah penyelamatan partai ini dianggap sangat penting, karena agenda yang sangat besar sudah menanti, yaitu Pemilu 2014. 
1.2.  Rumusan Masalah
Bagaimana langkah Partai Demokrat dalam mengatasi krisis guna memperbaiki citra dan kepercayaan masyarakat jelang Pemilihan Umum 2014.
1.3.  ManfaatPenelitian
1.3.1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan dalam analisis dan langkah manajemen krisis terhadap partai jelan gpemilu.
1.3.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi organisasi dalam menghadapi krisis baik itu internal maupun eksternal agar dapat mengambil langkah strategis dalam membuat manajemen krisis.
1.4.  MetodePenelitian
Dalam pelaksaan penelitian, peneliti menggunakan metode studi literature, yaitu metode yang menggunakan studi pustaka dengan mengumpulkan semua bahan yang diperoleh dari buku-buku, media massa dan/atau jurnal ilmiah,



























BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.  Manajemen Krisis
2.1.1. Pengertian Krisis
Pada umumnya, krisis dilihat sebagai suatu situasi atau kejadian yang lebih banyak mempunyai implikasi negatif pada organisasi daripada sebaliknya.
K. Fearn-Banks mendefinisikan krisis sebagai “Suatu kejadian penting dengan hasil akhir cenderung negatif yang berdampak baik terhadap sebuah organisasi, perusahaan atau industri, maupun terhadap publik, produk, servis atau reputasinya”. Biasanya sebuah krisis mengganggu transaksi normal dan kadang mengancam kelangsungan hidup atau keberadaan organisasi.
Krisis pada dasarnya adalah sebuah situasi yang tak terduga, artinya organisasi umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul situasi yang dapat mengancam keberadaannya. Sebagai ancaman, ia harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat berjalan normal kembali. Untuk itu, Holsti melihat krisis sebagai “situasi yang dikarakterisasikan oleh kejutan, ancaman besar terhadap nilai-nilai penting, serta waktu memutuskan yang sangat singkat”.Krisis membawa keterkejutan dan sekaligus mengancam nilai-nilai penting organisasi serta hanya ada waktu yang singkat untuk mengambil keputusan.
Shrivastava & Mitroff  mendefinisikan krisis perusahaan sebagai “peristiwa yang mengancam tujuan terpenting untuk bertahan dan mendapatkan keuntungan”. Krisis, menurut mereka diasosiasikan dengan kerusakan yang berskala luas terhadap kehidupan manusia, lingkungan alam dan institusi sosial dan politik.
Pauchant & Mitroff mengatakan bahwa krisis merupakan “sebuah gangguan yang secara fisik memberikan dampak pada suatu sistem sebagai suatu kesatuan serta mengancam asumsi dasarnya, kesadaran subjektif akan dirinya serta pusat keberadaannya”. Menurut mereka, krisis biasanya memiliki tiga dampak, yaitu ancaman terhadap legitimasi organisasi, adanya perlawanan terhadap misi organisasi serta terganggunya cara orang melihat dan menilai organisasi.
Bagi Laurence Barton (1993:2), sebuah krisis adalah peristiwa besar yang tak terduga yang secara potensial berdampak negatif terhadap baik perusahaan maupun publik. Peristiwa ini mungkin secara cukup berarti merusak organisasi, karyawan, produk dan jasa yang dihasilkan organisasi, kondisi keuangan dan repuasi perusahaan.
Dalam kamus Webster, krisis didefinisikan sebagai “suatu titik balik untuk menuju keadaan lebih baik atau lebih buruk”.Jadi dari suatu situasi ini, perusahaan dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk. Contoh perusahaan yang menjadi lebih baik setelah krisis adalah Johnson & Johnson yang berhasil mengatasi kasus racun sianida dalam Tylenol, salah satu produk obat sakit kepala unggulannya sehingga reputasi perusahaannya justru terangkat.
Apakah sebuah krisis akan menjadikan organisasi menjadi lebih baik atau lebih buruk sangat tergantung pada bagaimana pihak manajemen mempersepsi dan kemudian merespon situasi tersebut atau sangat tergantung pada pandangan, sikap dan tindakan yang diambil terhadap krisis tersebut. Sebuah krisis mungkin dapat ditangani dengan segera dengan melibatkan sedikit orang, tetapi krisis lain mungkin harus ditangani dengan mengerahkan sebagian besar sumber daya yang dimiliki organisasi.
2.1.2. Penyebab Krisis
Mengenali jenis atau tipe krisis penting mengingat masalah penentuan siapa yang bersalah dan respon yang harus dibuat perusahaan yang sedang menghadapi krisis. Berikut ini adalah beberapa tipe krisis yang dikemukakan para pakar menggunakan berbagai dimensi (Putra, 1999: 90-94):
                            a.          Sturges dkk,Dimensi violent-non violent dan dimensi sengaja-tak sengaja.
                           b.          Shrivastava & Mitroff,Dimensi kerusakan yang dihasilkan (berat/ringan) dan dimensi penyebab krisis dari segi teknis dan sosial.
                            c.          Marcus & Goodman, Dimensi tingkat kemungkinan ditolak dan berdasarkan keadaan korban krisis.
                           d.          C.G. Linke, Dimensi waktu kemunculan sebuah krisis.
Shrivastava & Mitroff membagi krisis ke dalam empat kategori berdasarkan penyebab krisis dikaitkan dengan tempat krisis. Penyebab krisis dapat dikategorikan menjadi dua bagian besar: penyebab teknis dan ekonomis serta penyebab manusiawi, organisatoris dan sosial. Mereka juga mengkategorikan penyebab krisis dilihat dari sudut tempat asal atau kejadian apakah di dalam atau di luar organisasi.
2.1.3. Tahapan Krisis
Steven Fink, pakar dan konsultan krisis dari Amerika Serikat mengembangkan konsep anatomi krisis menggunakan terminologi kedokteran yang biasa dipakai untuk melihat stadium suatu krisis yang menyerang manusia. Empat tahap perkembangannya adalah sebagai berikut (Kasali, 2003: 225-230):
1.    Tahap Prodromal: Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan masih bisa bergerak dengan lincah. Padahal pada tahap ini, bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak), krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus segera diatasi. Tahap ini juga merupakan bagian dari turning point. Bila manajemen gagal mengartikan atau menangkap sinyal ini.
2.    Tahap Akut: Meski bukan di sini awal mula krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas. Dalam banyak hal, krisis yang akut sering disebut sebagai the point of no return. Artinya, sekali sinyal-sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal) tidak digubris, ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas.
3.    Tahap Kronik: Organisasi masih merasakan dampak dari krisis yang terjadi dan terkadang dampak ini bisa lebih lama dari krisis itu sendiri. Tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self analysis. Di dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan struktural.
4.    Tahap Resolusi: Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Meski bencana besar dianggap sudah berlalu, tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini.
Masing-masing tahap itu saling berhubungan dan membentuk siklus yang akan membawa kembali pada keadaan semula (prodromal).
2.1.4. Pengertian Manajemen Krisis
Manajemen Krisis adalah pendekatan kapasitas untuk memahami, mengerahkan, mengkoordinasikan, dan menjadikan satu semua strategi dan fungsi kebijakan, serta semua keahlian hubungan dengan publik atau keahlian public relations, menjadi sebuah pemahaman yang obyektif:  berisikan partisipasi dalam membentuk kebijakan publik yang dapat berpengaruh terhadap masa depan masing-masing individu bahkan perusahaan atau institusional (Seitel, 2004: 491).
Rhenal Kasali juga mengungkapkan bahwa Manajemen Krisis adalah proses cepat yang digunakan untuk membantu perusahaan dalam mengenali gejala krisis dari awal dan membangun sistem untuk mencegah terjadinya kerusakan, kerugian dan hilangnya nama baik (2003: 243).
2.1.5. Pengendalian Krisis
1.    Mengidentifikasi Krisis
Langkah ini merupakan penetapan untuk mengetahui (mengidentifikasi) suatu masalah krisis.Ini penting untuk melihat secara jelas faktor penyebab (factfinding) timbulnya krisis.
Mengidentifikasi suatu faktor penyebab terjadinya krisis berfungsi untuk mengetahui, apakah public relations atau perusahaan dapat menangani krisis yang terjadi itu segera atau tidak. Seperti seorang dokter mendiagnosis suatu penyakit pada pasiennya, untuk mengetahui apakah bisa disembuhkan, dikurangi penyakitnya atau sama sekali tidak bisa disembuhkan.
2.    Menganalisis Krisis
Mungkin perlu pengembangan dalam menggunakan formula 5W + 1H untuk mengung-kapkan dan menganalisis secara mendalam sistematis, informatif dan deskriptif krisis yang terjadi melalui suatu laporan yang mendalam (in-depth reporting).
Pada saat prakrisis atau masa akut krisis, bisa dianalisis melalui beberapa pertanyaan yang diajukan untuk menetapkan penanggulangan suatu krisis, yakni:
a) What - Apa penyebab terjadinya krisis itu
b) Why – Kenapa krisis itu bisa terjadi
c) Where and when – Dimana dan kapan krisis tersebut mulai
d) How far – Sejauh mana krisis tersebut berkembang
e) How – Bagaimana krisis itu terjadi
f) Who – Siapa-siapa yang mampu mengatasi krisis tersebut, apa perlu dibentuk suatu tim penanggulangan krisis.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas adalah untuk menganalisis penyebab, mengapa dan bagaimana, sejauh mana perkembangan krisis itu terjadi, di mana mulai terjadi hingga siapa-siapa personel yang mampu diajak untukn mengatasi krisis tersebut. Langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mengatasinya melalui analisis lapangan secara logis, informatif dan deskriptif.
3.    Mengatasi dan Menanggulangi Krisis
Dalam hal ini perlu untuk mengetahui bagaimana dan siapa-siapa personel yang mampu diikutsertakan dalam suatu tim penanggulangan krisis. Mengatasi krisis dalam jangka pendek sudah disebutkan di atas, maka dalam jangka panjang, yaitu untuk selanjutnya bagaimana krisis tersebut tidak berkembang dan dicegah agar tidak terulang lagi di masa mendatang.
4.    Mengevaluasi Krisis
Tindakan terakhir adalah mengevaluasi krisis yang terjadi. Tujuannya adalah untuk melihat sejauh mana perkembangan krisis itu di dalam masyarakat. Apakah perkembangan krisis tersebut berjalan cukup lamban atau cepat, meningkat secara kuantitas maupun kualitas serta bagaimana jenis dan bentuk krisis yang terjadi.
2.2.  Manajemen Konflik
Manajemen konflik mengandung arti, menata rasa tertekan dan frustasi, mencari informasi dan hal-hal baru yang tidak diketahui sebelum konflik terjadi, memperoleh perspektif baru dari kekeliruan sudut pandang para pelaku konflik, menentukan keputusan dan pemecahan masalah dengan lebih baik, meningkatkan keakraban para anggota kelompok oraganisasi dan menghargai perbedaan yang ditemukan dalam konflik dan mengatasinya melalui suatu proses sinergitas untuk meningkatkan kekuatan organisasi atau kelompok (Eunsen, 2007: 241).
2.3.  Manajemen Risiko
Manajemen Risiko artinya adalah suatu pendekatan terstruktur dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi).
Dalam perkembangannya risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen Risiko dapat diklasifikasi menjadi
·       Risiko Operasional
·       Risiko Hazard
·       Risiko Finansial
·       Risiko Strategik
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan manajemen Risiko Terintegrasi Korporasi (Enterprise Risk Management). Manajemen Risiko dimulai dari proses identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi, monitoring dan evaluasi.




















BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Profil Dan Krisis Partai Demokrat
3.1.1. Profil Singkat Partai Demokrat
Partai Demokrat adalah sebuah partai politik Indonesia. Partai ini didirikan pada 9 September 2001 dan disahkan pada 27 Agustus 2003. Pendirian partai ini erat kaitannya dengan niat untuk membawa Susilo Bambang Yudhoyono, yang kala itu menjadi Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan di bawah Presiden Megawati, menjadi presiden. Karena hal inilah, Partai Demokrat terkait kuat dengan figur Yudhoyono.
Dari hasil Pemilu 2009, Partai Demokrat menjadi Pemenang Pemilu Legislatif 2009. Partai Demokrat memperoleh 150 kursi (26,4%) di DPR RI, setelah mendapat 21.703.137 total suara (20,4%). Partai Demokrat meraih suara terbanyak di banyak provinsi, hal yang pada pemilu sebelumnya tidak terjadi, seperti di Aceh, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Pada tahun 2010 Anas Urbaningrum terpilih melalui kongres menjadi Ketua Umum Partai Demokrat menggantikan SBY. Pada era Anas, beberapa kader tersandung kasus suap dan korupsi, disinilah awal mula keterpurukan Partai Demokrat.
3.1.2.        Krisis Partai Demokrat
Partai Demokrat adalah pemenang pemilu tahun 2004 dan 2009. Partai ini membangun citra sebagai partai yang anti korupsi, hal ini jelas terlihat dari berbagai iklannya di media massa. Setelah memenangi pemilu 2009, Partai Demokrat mengadakan Kongres untuk memilih ketua umum baru menggantikan SBY, dimana kandidatnya adalah Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng.
3.2. Tahap Krisis Partai Demokrat
3.2.1. Tahap Prodromal
Pada tahap ini krisis sering dilupakan orang karena organisasi masih bisa bergerak dengan cepat, hal ini juga terjadi pada Partai Demokrat. Ketika mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin ditetapkan sebagai tersangka kasus suap wisma atlet Sea Games, Nazaruddin kabur ke luar negeri dan menjadi buronan interpol. Pada tahap ini, Partai Demokrat terlihat seperti membiarkan anggotanya menjadi buronan tanpa mengambil langkah yang tegas dan jelas seperti menyuruh kadernya itu menyerahkan diri, bahkan Partai Demokrat terkesan membiarkan Nazaruddin kabur dan bertahan di luar negeri.
3.2.2. Tahap Akut
Dalam banyak hal, krisis yang akut sering disebut sebagai the point of no return. Artinya, sekali sinyal – sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal) tidak digubris, ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi, hal ini pun terjadi pada Partai Demokrat. Ketika Nazaruddin menjadi buron dan berada di luar negeri, ia ‘bernyanyi’ tentang keterlibatan pengurus Partai Demokrat lain melalui wawancara dengan wartawan melalui skipe, yaitu Angelina Sondakh, Andi Malarangeng dan sang Ketua Umum Anas Urbaningrum dalam kasus suap wisma atlet Sea Games, bahkan Nazaruddin juga menyebutkan ada kasus besar lain yang menyeret nama-nama tadi, yaitu proyek Sport Center Hambalang. ‘Kicauan’ Nazaruddin dalam wawancara melalui skipe tadi hanya dianggap sebagai angin lalu oleh Partai Demokrat dan menduga itu hanya pembelaan dan penyelamatan diri saja dari seorang Nazaruddin.
Namun apa yang terjadi, tidak lama setelah Nazaruddin ditangkap sebagai tersangka, KPK juga menetapkan Angelina Sondakh dan Andi Malarangeng sebagai tersangka kasus suap wisma atlet. Tentu saja ini bagaikan petir di siang bolong, ditambah lagi Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dikait-kaitkan dengan kasus Hambalang dan beberapa kali dipanggil KPK sebagai saksi. Citra Partai Demokrat hancur, kepercayaan masyarakat turun drastis. Image Partai Demokrat sebagai partai anti korupsi telah berubah di mata masyarakat menjadi partai sarang korupsi.
3.2.3. Tahap Kronis
Pada tahap ini Partai Demokrat mengalami  masa yang paling krisis, dimana ketua umumnya Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang. Sebelum Anas menjadi tesangka dan masih sebagai saksi, SBY selaku Ketua Dewan Pembina telah menghimbau Anas untuk mundur dan fokus menangani kasus hukum yang sedang menjeratnya, karena hal inilah yang dianggap menjadi penyebab utama turunnya elektabilitas Partai Demokrat. Tidak lama setelah himbauan ini Anas ditetapkan sebagai tersangka yang kemudian memaksa Anas mundur dari jabatannya sebagai ketua umum. Citra Partai Demokrat jelas semakin hancur dimata rakyat Indonesia.
3.2.3. Tahap Resolusi
Pada tahap ini Partai Demokrat berusaha untuk memulihkan kembali dirinya, baik itu pemulihan di internal partai maupun untuk memperbaiki cirta di mata rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan dengan mengadakan Kongres Luar Biasa yang mana hasil keputusannya adalah menunjuk kembali SBY sebagai ketua umum, karena SBY dianggap sebagai figur yang sangat penting yang dapat menyelamatkan kembali Partai Demokrat dari jurang kehancuran. Selain itu SBY juga dianggap mampu meredam konflik internal partai dan dapat diterima semua kader dimana masih ada loyalis-loyalis Anas di dalam tubuh Partai Demokrat.
Setelah ditunjuknya kembali SBY sebagai ketua umum dalam Kongres Luar Biasa, Partai Demokrat juga akan mengadakan konvensi dalam pemilihan calon Presiden. Upaya ini juga dapat dikatakan sebagai pemulihan citra partai yang bersifat demokratis.
3.3. Manajemen Krisis Partai Demokrat
3.3.1. Mengenali Gejala Krisis
a. Ditetapkannya Muhammad Nazaruddin sebagai tersangka kasus suap wisma atlet Sea Games.
b. Kicauan Nazaruddin tentang keterlibatan Angelina Sondakh, Andi Malarangeng dan Anas Urbaningrum dalam kasus wisma atlet Sea Games dan kasus Hambalang.
c. Ditetapkannya Angelina Sondakh dan Andi Malarangeng sebagai tersangka dalam kasus wisma atlet Sea Games dan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus Hambalang.
d. Menurunnya kepercayaan masyarakat dan jatuhnya elektabilitas Partai Demokrat.
e. Konflik internal partai dimana kader-kadernya terpecah antara loyalis SBY dan loyalis Anas Urbaningrum.
3.3.2. Membangun Sistem Pencegahan
a. Mencopot dan memberhentikan anggota partai yang terlibat kasus suap dan korupsi dari jabatan dan keanggotaan partai.
b. Mengadakan Kongres Luar Biasa untuk memilih ketua umum baru.
c. Menunjuk kembali SBY sebagai ketua umum untuk menyelamatkan Partai Demokrat.
3.4. Manajemen Konflik Partai Demokrat
3.4.1.        Menata Rasa Tertekan
Rakyat Indonesia maupun Partai Demokrat tentu saja meresa tertekan dengan kasus yang menimpa Partai Demokrat. Masyarakat merasa tertekan karena partai yang berkuasa di negeri ini disesaki dengan para koruptor-koruptor yang menggerogoti rakyat. Partai Demokrat lebih merasa tertekan lagi karena kader-kadernya tersangkut kasus suap dan korupsi, tentu saja ini menjadi badai yang menghancur leburkan Partai Demokrat. Namun Partai Demokrat tetap berusaha professional dengan menyerahkan semua kasus hukum pada pihak yang berwenang dan mencopot para tersangka dari jabatannya maupun dari keanggotaan partai. Selain itu Partai Demokrat juga berusaha memperbaiki pandangan masyarakat melalui klarifikasi-klarifikasi dari para kader-kader yang memang lihai dalam berbicara di hadapan publik.
3.4.2.        Pencarian Informasi
Berdasarkan perkembangannya, para kader dan orang-orang di dalam Partai Demokrat menilai turunnya elektabilitas dan keprcayaan masyarakat disebabkan oleh Anas Urbaningrum yang telah gagal sebagai ketua umum yang juga terjerat sebagai tersangka kasus Hambalang.
3.4.3. Perspektif Baru
Para kader dan pengurus Partai Demokrat menilai harus ada tokoh yang mampu mengangkat kembali elektabilitas partai setelah didera badai korupsi yang memporak-porandakan Partai Demokrat. Sebagian kader menganggap bahwa Anaslah penyebab turunnya elektabilitas partai, dan menganggap SBY mampu mengangkat kembali Partai demokrt dari keterpurukan.
3.4.4. Mencari Kesepakatan dan Meningkatkan Keakraban
Setelah ditetapkannya Anas Urbaningrum sebagai tersangka oleh KPK, para kader Partai Demokrat menuntut adanya KLB untuk memilih ketua umum baru. Dalam KLB, para kader dan pengurus sepakat bahwa SBY adalah sosok yang paling cocok untuk kembali memimpin dan dianggap dapat mengembalikan kesolidan partai yang diisukan mengalami perpecahan.
3.4.5. Menghargai Perbedaan
Setelah kembalinya SBY sebagai ketua umum, bukan serta-merta membuat Partai Demokrat kembali solid, masih ada loyalis-loyalis Anas Urbaningrum yang ingin keluar dari Partai Demokrat dan bergabung dengan Anas dalam melakukan langkah politik. Sementara itu setelah keluar dari Partai Demokrat, Anas mendirikan sebuah Ormas yang terlihat beberapa loyalisnya di Partai Demokrat ikut dalam peresmian Ormas tersebut.
3.5. Manajemen Risiko Partai Demokrat
3.5.1. Mengelola Ketidakpastian
a.  Partai Demokrat menganggap ‘nyanyian’ Nazaruddin hanyalah isapan jempol belaka.
b. Mengedepankan azas praduga tak bersalah.
c. Menyerahkan semua proses hukum kepada yang berwenang.
d. Tidak mengintervensi proses hukum yang belangsung.
3.5.2. Mengidentifikasi
Turun drastisnya elektabilitas Partai Demokrat bukan tanpa sebab. Partai Demokrat tentunya telah mengidentifikasi bahwa penyebabnya adalah terjeratnya kader-kader Partai Demokrat dalam kasus suap dan korupsi terutama kasus yang menyeret ketua umum mereka Anas Urbaningrum. Maka dari itu Partai Demokrat mencopot Anas dari jabatannya karena melihat risiko yang akan diterima partai apabila tidak melakukan langkah strategis, yaitu KLB.
3.5.3. Menilai Risiko
Risiko yang sangat besar jelas terlihat apabila Partai Demokrat tidak mengambil langkah dalam menyelamatkan partai yaitu mengadakan KLB dan menunjuk SBY kembali menjadi ketua umum. Keputusan ini tentunya bukan tidak berisiko. Penujukan kembali SBY sebagai ketua umum tentunya akan membangun opini publik bahwa Partai Demokrat hanya milik SBY dan keluarganya, bukan partai yang demokratis seperti namanya.
3.5.4. Mengurangi Risiko
Untuk mengurangi risiko makin terpuruknya Partai Demokrat, maka diambillah langkah pencopotan secara tidak langsung Anas sebagai ketua umum. Haal ini terjadi ketika SBY menghimbau Anas Urbaningrum untuk fokus terhadap kasus yang menjeratnya, padahal saat itu status Anas belum jadi tersangka dan masih sebagai saksi, namun SBY secara tidak langsung sudah menyuruh Anas untuk mundur.
3.5.5. Memantau dan Mengevaluasi
Setelah ditunjuknya kembali SBY sebagai ketua umum, Partai Demokrat diharapkan mampu memperbaiki elektabilitas dan kepercayaan masyarakat. Salah satu langkah yang akan diambil Partai Demorat untuk menaikkan kembali elektabilitasnya adalah menggelar konvensi pemilihan calon Presiden. Konvensi ini menjadi sangat penting karena tokoh yang harus terpilih adalah tokoh yang mampu menaikkan nama Partai Demokrat kembali demi agenda utama, yaitu Pemilu 2014. 



BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Partai Demokrat adalah partai besar yang berkuasa di pemerintahan maupun parlemen. Sejak awal berdiri Partai Demokrat diharapkan mampu menjadi partai yang berbeda dan lebih baik dari partai-partai yang sudah ada. Partai Demokrat berkembang pesat dengan citra partai yang demokratis dan anti korupsi dengan SBY sebagai tokoh utama.
Sikap demokratis ditunjukkan dengan memilih ketua umum baru melalui Kongres pemilihan ketua umum dimana terpilihnya Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Pada masa kepemimpinan Anas, partai demokrat mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat setelah beberapa anggotanya tersandung kasus korupsi yang juga menjerat katua umumnya yaitu Anas Urbaningrum. Hal ini tentunya jelas membuat Partai Demokrat mengalami krisis yang sangat serius.
Untuk mengatasi krisis ini Partai Demokrat membuat manajemen krisis dan mengambil langkah-langkah strategis untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan elektabilitas partai. Salah satu langkah yang diambil adalah menggelar Kongres Luar Biasa untuk memilih ketua umum baru manggantikan Anas Urbaningrum yang menghasilkan keputusan ditunjuknya kembali SBY menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Langkah ini diambil karena hanya SBY yang dianggap mampu menyelamatkan Partai Demokrat.
Langkah-langkah manajemen krisis yang diambil oleh Partai Demokrat bukan tidak mempunyai risiko. Dengan dipilihnya kembali SBY tentunya masyarakat akan menganggap bahwa Partai Demokrat bukanlah partai yang demokratis, namun Partai Demokrat adalah partai SBY dan keluarganya. Untuk itu Partai Demokrat mengambil langkah penting yaitu mengadakan konvensi dalam pemilihan calon Presiden. Upaya ini juga dapat dikatakan sebagai pemulihan citra partai yang bersifat demokratis demi menaikkan kembali citra dan elektabilitas Partai Demokrat menjelang pemilu 2014.
4.2.  Saran
Sebuah oraganisanasi harus mampu mengatasi krisis yang dialami organisasi tersebut dengan cepat dan efektif untuk mengurangi risiko yang lebih membahayakan masa depan organisasi tersebut. Diperlukan pula individu-individu yang cepat tanggap terhadap krisis yang terjadi di dalam organisasi dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan krisis.
Krisis harus dijadikan pengalaman yang berguna juga untuk bahan evaluasi agar ke depan lebih siap menghadapi krisis dimasa yang akan datang.




















DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara – Jilid II. Jakarta : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Barton. Laurence. 1993. Crisis in Organizations : Managing and Comunicating in the Heat of Chaos. Cincinnati : South-Western Publishing.
Budiardjo, Miriam. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Caywood, Clarke L., Ph.d, Ed. 1997. The Handbook of Strategic Public Relations & Integrated Communications. U.S.A : McGraw-Hill.
Cutlip, Scott M., Allen H. Center & Glen M. Broom, Ph.D. 2000. Effective Public Relations. Eight Edition. Upper Saddle River, New Jersey : Prentice-Hall, Inc.
Gregory, Anne. 2004. Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relations. Terjemahan Dewi Damayanti, S.S., M.Sc. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Griffin, M .2003. A First Look at Communication Theory. USA : McGrraw-Hill.
Kasali, Rhenald. 2003. Manajemen Public Relations : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT. Pusaka Utama Grafiti.
Putra, I Gusti Ngurah. 1999. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Ruslan, Rosady, SH, MBA. 1999. Seri-1 : Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan CitraEdisi Kedua. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia.
White, John, Laura Mazur. 1995. Strategic Communications Management : Making Public Relations Work. Great Britain: Addison-Wesley Publishers Ltd.
Wongsonagoro, Maria. 1995. Crisis Management & Issues Management (The Basics of Public Relations). Jakarta : IPM Public Relations.

Web

Amirin, Tatang M. 2009. “Subjek penelitian, responden penelitian, dan informan (narasumber) penelitian“. URL : www.tatangmanguny.wordpress.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Informasi Organisasi Karl Weick

Teori Informasi Organisasi Berdasakan Penelitian Karl Weick Tugas untuk mengelola informasi dalam jumlah besar adalah sebuah tantangan bagi khalayak organisasi. Ketika pilihan-pilihan kita untuk saluran-saluran komunikasi meningkat, jumlah pesan yang kita kirim dan terima, dan juga kecepatan kita mengirim pesan tersebut meningkat pula. Organisasi tidak hanya dihadapkan pada tugas untuk mengartikan pesan yang diterima, tetapi juga menghadapi tantangan untuk menentukan siapa yang harus menerima informasi tersebut demi mencapai tujuan organisasi. Media baru mampu membuat perusahaan menyelesaikan tujuan mereka dalam berbagai cara yang belum pernah dilihat sebelumnya. Konferensi video, teleconference, ruang chat, e-mail, dan televisi interaktif memungkinkan orang seperti Dominique untuk memberikan kesempatan kepada timnya untuk secara simultan berbagi dan memberikan reaksi terhadap banyak sekali informasi. Tiap tim diberikan kesempatan untuk memutuskan informasi apa yang penting untuk tug...

KONFORMITAS DALAM KELOMPOK

BAB I PENDAHULUAN 1.1        Latar Belakang Individu sebagai kesatuan organik yang terbatas memiliki karakter dan sifat yang berbeda satu sama lain. Manusia sebagai makhluk sosial akan membentuk sebuah kelompok untuk tetap bertahan hidup dan mencapai suatu tujuan tertentu. Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Dalam sebuah kelompok terdapat orang-orang dengan latar belakang yang berbeda, memiliki kemampuan dan kelemahan yang berbeda, sehingga perbedaan ini akan menjadi kekuatan besar dalam suatu kelompok untuk mengambil suatu keputusan-keputusan terbaik dan kondisi ini akan memperkuat induvidu anggota kelompok dalam menutupi kelemahan-kelemahannya. Dalam kelompok terdapat kepercayaan tertentu (norma) yang cenderung akan diikuti oleh seluruh individu yang ada dalam kelomp...

ANALISIS SWOT dan COMPANY PROFILEPT. Frisian Flag Indonesia

Bab I 1.1   Latar belakang Industri produk berbasis susu di Indonesia berkembang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan bermunculannya inovasi – inovasi baru di bidang pengolahan produk berbasis susu. Demikian pula dengan komposisi dan kemasannya, dibuat menarik perhatian dengan harga terjangkau. Selain itu, hal ini juga semakin teredukasinya dan meningkatnya kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya mengkonsumsi susu setiap hari. Indoneia memiliki ladang yang baik untuk peternakan sapi sehingga akan menghasilkan susu yang berkualitas tinggi. Kini, produk susu termasuk produk yang sangat dibutuhkan semua orang, baik tua maupun muda. Fakta inilah yang akhirnya mendorong para pelakunya lebih giat merebut hati konsumen. Setidak-tidaknya, produk ini dibutuhkan oleh 150 juta penduduk Indonesia. Populasi dunia meningkat dengan cepat, daya beli meningkat, sementara pada saat yang sama, makanan, bahan baku, dan energi berada dalam pasokan pendek. Ini memberi Frisian Flag Indones...