PEMBAHASAN
1.1 DEFINISI SISTEM POLITIK
Sistem
berasal dari bahasa yunani, yaitu systema yang berarti :
1. Keseluruhan
yang tersusun dari sekian banyak bagian (Shrode dan Voich,1974:115)
2. Hubungan
yang berlangsung antara satuan-satuan atau komponen secara teratur
(Awad,1979:4).
Dengan demikian kata systema berarti
sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur,
integral, dan merupakan satu keseluruhan (a whole). Dalam perkembangannya,
istilah tersebut mengalami pembiasaan sehingga memiliki banyak arti bergantung
pada objek dan dan cakupan pembicaraannya. Akan tetapi, setiap definisi
mewujudkan gagasan dari sekelompok objek atau unsur yang berada dalam hubungan
struktural dan karakteristiknya masing-masing yang satu dan lainnya berinteraksi
pada dasar karakteristik tertentu.
Makna sistem pilitik juga dapat dipahami
dengan menguraikan atau menjabarkan setiap kata yang membentuk istilah sistem
politik sehingga sejauh mungkin dapat diterima oleh umum. Sistem dapat
diartikan sebagai kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur atau komponen.
Unsur setiap komponen itu saling berhubungan secara struktural dan fungsional,
ada keterkaitan dalam mencapai tujuan utama. Masing-masing kohersif sehingga
eksistensinya selalu utuh dan totalitasnya terjaga.
Dilihat dari segi bentuknya, pengertian
sistem disamping dapat diterapkan pada hal yang bersifat immaterial juga dapat
diterapkan pada hal yang material. Untuk yang bersifat immaterial, penguraian
atau penentuan modelnya berfungsi sebagai alat analisis dan merupakan daya
imajinasi serta abstraksi peninjauan yang bersangkutan.
Beberapa ahli mengemukakan definisi sistem
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Menurut Campbell (1979:3)
sistem adalah himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan yang bersama
– sama berfungsi untuk mencapai tujuan.
2. Awad (1979 : 4)
sistem adalah sehimpunan komponen atau subsistem yang terorganisasikan dan
berkaitan sesuai dengan rencana untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Konontz dan O.Donnell (1976:14)
Sistem bukan wujud fisik, melainkan ilmu pengetahuan yang disebut sebagai
sistem yang terdiri atas fakta, prinsip,dan doktrin.
Dengan demikian sistem harus memenuhi
unsur-unsur yang meliputi komponen seperti, relevansi,fakta, prisnsip, doktrin,
fungsi, dan tujuan bersama. Unsur-unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang
saling berkaitan dan saling mendukung untuk mencapai tujuan organisasi atau
negara.
Adapun kata politik berasal dari bahasa
Yunani polis yang artinya negara –
kota. Dalam negara kota pada Zaman Yunani adalah orang yang saling berinteraksi
satu sama lain untuk mencapai kesejahtraan (kebaikan, Menutur Aristoteles)
dalam hidupnya. Ketika manusia mencoba untuk menentukan posisinya dalam
masyarakat, berusaha meraih kesejahtraan pribadi melalui sumber daya yang ada,
atau berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya, mereka sibuk
dengan kegiatan yang dinamakan politik.
Gabriel
Almond mendifinisikan politik sebagai kegiatan yang
berhubungan dengan kendali pembuatan keputusan publik dalam masyarakat tertentu
diwilayah tertentu, dimana dikendali ini disokong melalui instrumen yang
sifatnya otoritatif (berwenang secara sah) dan koersif (bersifat memaksa).
Definisi lain pada masa modern juga dicatat oleh Hamid, Hamid mendefinisikan
politik pada masa modern mencakup pemerintah suatu negara dan organisasi yang
didirikan manusia lainnya, dimana pemerintah adalah otoritas yang terorganisasi
dan menekankan pelembagaan kepemimpinan serta pengalokasian nilai secara
otoratif.
Andrew
Heywood mengajukan empat asumsi jika politik diucapkan.
Keempat asumsi ini sama-sama diyakini sebagai konteks situasi takkala kata
politik disebutkan kendatipun memiliki objek kajian yang berbeda. Keempat asumsi tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Politik
sebagai seni pemerintahan
Politik adalah penerapan kendali
dalam masyarakat melalui pembuatan dan pemberdayaan keputusan kolektif. Asumsi
ini adalah yang paling tua dan telah berkembang sejak masa Yunani Kuno.
2. Politik
sebagai hubungan publik.
Aristoteles dalam bukunya politics menyatakan bahwa manusia adalah
binatang politik. Maknanya adalah secara kodrati, manusia hanya dapat
memperoleh kehidupan yang baik melalui komunitas politik. Lalu dilakukan
perbedaan antara lingkup “publik” dan “private”
3. Politik
sebagai kompromi dan konsensus.
Sharing
atau pembagian kekuasaan adalah asumsi politik sebagai kompromi dan konsensus.
kompromi dan konsensus dilawankan dengan brutalitas, pertumpahan darah, dan
kekerasan. Dalam politik tidak ada pihak yang kepentingannya terselenggarakan
100%. Masing- masing memoderasi tuntutan agar tercapai persetujuan satu pihak
dengan pihak lainnya. Politik suatu negara dianggap baik bilamana masalah
pergesekan kepentingan diselesaikan melalui kompromi dan konsensus di atas meja
bukan pertumpahan darah.
4. Politik
sebagai kekuasan.
Kekuasan adalah kemampuan seseorang
atau kelompok untuk memengaruhi orang atau kelompok lain dalam menuruti
kehendaknya. Dalam konteks politik, kekuasaan yang dirujuk adalah kekuasaan
sosial, yaitu produksi, distribusi, dan penggunaan sumber daya suatu
masyarakat.
Maka
sistem politik diartikan sebagai kesatuan (kolektivitas) seperangkat struktur
politik yang memiliki fungsi masing- masing untuk mencapai tujuan negara.
Pendekatan sistem politik ditujukan untuk memberi penjelasan secara ilmiah
terhadap fenomena politik. Pendekatan sistem politik juga dimaksudkan unk
mengganti pendekatan klasik inlu politik yang hanya mengandalkan analisi pada
negara dan kekuasaan. Dalam pendekatan sistem politik, masyarakat adalah konsep
induk sistem sebab politik hanya merupakan salah satu dari struktur yang
membangun masyarakat seperti, sistem ekonomi, sistem sosial dan budaya,dan sistem kepercayaan. Sistem politik pun
merupakan abstraksi (realitas yang angkat ke alam konsep) seputar
pendistribusian nilai ditengah masyarakat.
1.2 STRUKTUR SISTEM POLITIK
Struktur
sistem politik berasal dari dua kata yaitu struktur dan politik. Struktur
berarti badan atau organisasi sedangkan politik berarti urusan negara. Jadi
secara etimologis struktur politik bererti badan atau organisasi yang berkenaan
dengan urusan negara. Struktur politik adalah alokasi nilai – nilai yang
bersifat otoratif yang dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan.
Kekuasaan berarti kapasitas dalam menggunakan wewenang, hak, dan kekuatan
fisik. Struktur politik meliputi struktur hubungan antar manusia dan struktur
hubungan antara manusia dan pemerintah. Selain itu struktur politik dapat
merupakan bangunan yang konkret dan yang abstrak.
Unit
dasar sistem politik adalah peran individu. Peran merupakan pola-pola perilaku
yang terartur, yang ditentukan oleh harapan dan tindakan sendiri dan orang
lain. Struktur senantiasa melibatkan fungsi-fungsi politik maka pendekatan yang
digunakan adalah biasa disebut sebagai struktural fungsional.
Menurut
Almond dan Powell Jr Struktur
politik dapat dibedakan ke dalam sistem, proses, dan aspek-aspek kebijakan.
Struktur sistem merujuk pada organisasi dan institusi yang memelihara atau
mengubah (maintain or change)
struktur politik dan secara khusus struktur menampilkan fungsi-fungsi berikut :
·
Fungsi- fungsi sosialisasi politik
merupakan fungsi mengantarkan generasi muda dan anak- anak untuk mendapatkan
sosialisasi kehidupan politik dari berbagai institusi, seperti keluarga,
tempat-tempat ibadah, lingkungan kerja, sekolah dan sebagainya.
·
Rekrutmen politik melibatkan proses
perekrutan pemimpin – pemimpin politik melalui partai-partai politik.
Komunikasi politik menjadi penyambung bagi keseluruhan sistem agar dapat
bekerja sebagai mana mestinya. Tanpa adanya komunikasi politik, energi yang
berada dalam elemen-elemen sistem politik mengalami kemacetan.
Struktur
proses politik melibatkan fungsi artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan,
pembuatan kebijakan, dan implementasi kebijakan dilaksanakan oleh struktur
politik. Struktur proses melibatkan banyak kelompok kepentinga, partai politik,
media massa, eksekutif dan sebagainya, dan setiap struktur ini mempunyai peran
politik masing-masing.Jika struktur proses dapat dipahami sebagai bagian dari
isi kebijakan-kebijakan publik yang spesifik, atau setidaknya seolah-olah
fungsi-fungsi proses dilakukan oleh struktur-struktur yang sama untuk semua
kebijakan, struktur kebijakan lebih pada kebijakan-kebijakan spesifik seperti
kebijakan pertahanan, kebijakan pangan dan sebagainya.
Almond dan Coleman
membedakan struktur politik atas infrastruktur yang terdiri atas struktur
politik masyarakat, suasana kehidupan politik masyarakat, dan sektor politik
masyarakat. Sedangkan suprastruktur politik terdiri atas sektor pemerintaha,
suasana pemerintahan, dan sektor politik pemerintahan.
1.2.1
Fungsi suprastruktur dan infrastruktur politik adalah sebagai berikut :
A. Fungsi
suprastruktur politik
Fungsi struktur lembaga ini menurut
Gabriel meliputi:
·
Rule Making
( membuat undang-undang ). Fungsi ini dilaksanakan oleh lembaga (badan
legislatif) yang meliputi : DPR, DPRD I,DPRD II, dan DPD. DPD sebagai lembaga
yang mewakili aspirasi ini merupakan badan baru yang dibentuk supremasi yang
fungsinya berkaitan dengan kegiatan seperti pembuatan RUU tentang keseimbangan
keuangan pusat dan daerah, tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota.
·
Rule Application
(melaksanakan undang-undang ). Fungsi ini adalah fungsi peraturan perundangan
yang telah dibuat badan eksekutif pemerintahan pusat sampai keperintah.
·
Rule Adjudication mengadili
pelaksanaan badan yang memiliki fungsi yang ketiga peradilan yang meliputi
mahkamah konstitusi, dan komisi yudisial serta badan sampai kedaerah, seperti
PN,PT.
B. Fungsi
infrastruktur politik
·
Pendidikan politik, agar rakyat
bermaksimal dalam sistem politiknya.
·
Artikulasi kepentingan adalah lembaga
yang berfungsi menyampaikan lembaga ini adalah meliputi antara lain,
LSM,Ormas,dan OKP.
·
Agregasi kepentingan adalah lembaga yang
berfungsi memadukan aspirasi rakyat yang disampaikan oleh lembaga, seperti
LSM,Ormas, OKP lembaga yang memiliki fungsi adalah lembaga partai politik.
·
Rekrutmen politik adalah lembaga yang
berfungsi melakukan pemilihan pemimpin atau calon pemimpin bagi masyarakat.
·
Komunikasi politik adalah kegiatan yang
berguna untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik
pemikiran intragolongan, institusi, asosiasi, maupun sektor kehidupan politik
masyarakat dengan sektor pemerintahan.
1.2.2
Struktur politik formal dan informal
Dalam
sistem politik menurut ajaran trias politica struktur dibedakan atas kekuasaan
eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam perkembangannya negara –negara
demokrasi modern cenderung menggunakan asas pembagian kekuasaan dibandingkan
dengan menggunakan asas pemisahan kekuasaan murni sebagaimana diajarkan oleh
John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755). Menurut John Locke
kekuasaan negara dibagi menjadi tiga yaitu, kekuasaan legislatif, kekuasaan
eksekutif, kekuasaan federatif. Masing- masing kekuasaan ini terpisah satu
dengan yang lainnya. Kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan membuat peraturan
dan undang-undang, sedangkan kekuasaan eksekutif merupakn kekuasaan
melaksanakan undang- undang termasuk di dalamnya kekuasaan mengadili. Sementara
itu kekuasaan federatif merupakan kekuasaan yang meliputi segala tindakan yang
ditujukan keamanan negara dalam hubungannya dengan negara lain, seperti membuat
aliansi dan sebagainya.
Montesquieu
kemudian menyempurnakan ajaran trias politica ini dengan membagi kekuasaan
pemerintahan menjadi kekuasaan legislatif,eksekutif, dan yudikatif. Kekuasaan
legislatif merupakan kekuasaan membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif
melaksanakan undang- undang, dan kekuasaan yudikatif merupakan kekuasaan yang
mempunyai kewenangan untuk mengadili pelanggaran undang- undang.
Dalam
kehidupan demokratis struktur politik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
bersifat formal dan informal. Struktur formal merupakan mesin politik dengan
asbah mengidentifikasi segala masalah, menentukan dan melaksanakan segala
keputusan yang mempunyai kekuatan mengikat pada seluruh masyarakat. Sedangakan
struktur informal merupakan struktur yang mampu memengaruhi cara kerja
masyarakat untuk mengemukakan, menyalurkan, menerjemahkan, mengongversikan tuntutan,
dukungan, dan masalah tertentu yang berhubungan dengan kepentingan umum.
A.
Struktur
politik formal
Yang termasuk dalam sistem politik
formal adalah sebagai berikut :
·
Pemerintahan dan birokrasi
·
Lembaga legislatif
·
Lembaga peradilan
B.
Struktur
politik informal
Yang termasuk dalam sistem politik
formal adalah sebagai berikut :
·
Partai politik
·
Kelompok kepentingan
·
Media Massa
·
Opinion leaders
1.3 FUNGSI SISTEM POLITIK
1.3.1
Sosialisasi
politik
1.3.1.1
Definisi sosialisasi politik
Dalam
sistem politik terdapat beberapa fungsi, diantaranya fungsi yang paling dominan
adalah fongsi sosialisasi politik. Sosialisasi politik merupakan cara untuk
memperkenalkan nilai-nilai politik , sikap dan etika politik yang berlaku atau
dianut oleh negara. Pembentukan sikap politik atau membentuk sikap dan
keyakinan politik membutuhkan waktu yang panjang dan proses yang terus-menerus.
Sosialisasi
politik dapat pula diartikan sebagai proses yang dilalui seseorang dalam
menetukan sikap dan orientasi terhadap fenomena-fenomena politik yang berlakuk
pada masyarakat tempat ia berada saat ini. Pada tahap ini terjadi proses
penamaan nilai-nilai kebijakan bermasyarakat atau prinsip kebijakan menjadi
warga megara yang efektif. Agen – agen sosial politik terdiri atas 6 agen yaitu
: keluarga, kelompok bermain atau bergaul, sekolah, pekerjaan, media massa, dan
kontak-kontak politik secara langsung.
Para
sarjana yang memberikan pengertian tentang sosialisasi politik sesuai dengan
latar belakang disiplin keilmuannya, diantaranya adalah sebagai berikut :
·
David Easten dan Jack Dennis dalam
bukunya Children in the political system
: origins of political legimacy memberikan suatu batasan tentang
sosialisasi politik :
Proses
perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi – orientasi politik dan
pola-pola tingkah laku.
·
Fred I.Greenstein dalam bukunya Political Socialization diangkat dari International Encyclopedia of the social
sciences Vo.14.1968, New York, menyatakan bahwa sosialisasi politik adalah:
Penamaan
informasi politik yang sengaja, nilai-nilai dan praktik-praktik yang oleh badan
instruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung jawab ini, dan semua
usahanya mempelajari politik, baik formal maupun informal, disengaja maupun
tidak direncana, pada setiap siklus kehidupan, dan termasuk didalamnya tidak
hanya secara eksplisit masalah belajar politik, tetapi juga secara nominal
belajar sikap non politik mengenai karakteristik-karakteristik kepribadian yang
bersangkutan.
·
R.S Signal menyatakan bahwa sosialisasi
politik adalah proses belajar yang terkait dengan norma politik yang dapat
dialihkan dari satu generasi kegenerasi berikutnya untuk menerima suatu sistem
politik yang sedang berlangsung.
·
Robinson yang diangkat oleh Alexis S.Tan
dalam buku Mass communication; Theories and Research menyatakan bahwa :
sosialisasi politik merupakan proses perubahan perilaku yang berhubungan erat
dengan proses belajar.
Sistem
politik suatu negara akan mempengaruhi kepribadian politik warga negaranya.
Dalam kehidupannya sistem politik suatu negara, sosialisasi politik tidak lagi
dalam kelompok, organisasi, partai politik, wilayah etnis kultur, tetapi telah
berada dalam skup negara yang berorientasi pada kepentingan dan keutuhan
bangsa.
1.3.1.2
Tujuan sosialisasi politik
Sosialisasi politik
yang diselenggarakan negara mentransformasi nilai-nila yang menjadi pola
keyakianan dan pola kepercayaan yang dapat membawa bangsa ke arah kebesarannya.
Oleh karena itu tujuan sosialisasi politik dilihat dari beberapa dimensi yaitu:
·
Dimensi psikologis
Dimensi pertama sosialisasi politik
terarah pada pembentukan sikap politik dan kepribadian politik, yang secara
utuh merupakan faktor-faktor kejiwaan. Dalam proses ini berlangsung secara
bertahap dalam rangkaian peristiwa politik, hal ini berawal dari tingkat
pemahaman atau pengenalan tentang politik (Political Cognation).
·
Dimensi ideologis
Dimensi ini sebagai proses
penerimaan terhadap ideologi yang telah menjadi pola keyakinan. Simbil-simbol
politik telah diinterpretasikan kedalam simbil-simbol keyakinan politik. Pada
dimensi ini ideologi telah menjadi nali-nilai yang memedomani sikap perilaku
kehidupan bernegara sehingga pengaruh-pengaruh kontemporer tidak memberi makna
yang berarti.
·
Dimensi Normatif
Dimensi ini merujuk kepada
terintegrasinya sikap mental dan pola pikir dalam sistem norma yang berlaku.
Noema merujukkan kaidah-kaidah yang dibentuk penguasa dan kaidah-kaidah yang
berkembang dalam masyarakat.
1.3.2
Rekrutment
politik
1.3.2.1
Definisi
rekrutmen politik
Rekrutmen
politik berasal dari kata yaitu rekrutmen dan politik. Rekrutmen berarti
penyeleksian dan politik berarti urusan negara. Jadi rekrutmen politik adalah
penyeleksian rakyat untuk melaksanakan urusan negara. Dalam kamus besar bahasa
Indonesai, rekrutmen politik adalah pemilihan dan pengangkatan orang untuk
mengisi peran tertentu dalam sistem sosial berdasarkan sifat, dan status
(kedudukan), seperti : suku, kelahiran, kedudukan sosial, dan prestasi atau
kombinasi dari semuanya.
1.3.2.2
Tujuan
Rekrutmen Politik
Rekrutmen
politik adalah proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok atau
mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administratif atau politik. Setiap
sistem politik memiliki sistem atau prosedur rekrutmen yang berbeda. Anggota
kelompok yang direkrut/diseleksi adalah yang memiliki suatu kemampuan atau
bakat yang sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi politik.
Tujuan
rekrutmen politik adalah terpilihnya penyelenggara politik (pemimpin
pemerintahan negara) dari tingkat pusat hingga tingkat terbawah (lurah/desa)
yang sesuai dengan kriteria (persyaratan) yang telah ditentukan dalam peraturan
perundangan-undangan yang berlaku dan yang ditentukan melalui konvensi (hukum
tidak tertulis) yang berlaku dalam masyarakat (rakyat)Indonesia.
1.3.3
Komunikasi
politik
1.3.3.1
Hakikat
dan pokok-pokok komunikasi politik
Komunikasi
politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan
segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan
politik. Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan
pandangan dan prinsip-prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai dan
sebagainya.
1.3.3.2
Konsep komunikasi politik
Pembagian
teori komunikasi dalam beberapa konsep disesuaikan dengan sistem politik yang
berlaku di negara yang bersangkutan. W.L.Rivers,W.Schramm, dan C.G.Cristians
dalam bukunya Responsibility in Mass
Communication membagi dalam tiga konsep berikut :
·
Konsep komunikasi dalam sistem politik
authorittarianism
Konsep ini adalah komunikasi
polititk yang di dalamnya lembaga suprastruktur politik mengatur, bahkan
menguasai sistem komunikasi politik yang menghubungkan antara suprastruktur dan
infrastruktur.
·
Konsep politik dalam sistem
libertarianism
Pada konsep ini lembaga
infrastruktur politik memiliki kewenanagn yang besar untuk mengatur, bahkan
menguasai sistem komunikasi politik yang mengubungkan antara suprastruktur dan
infrastruktur politik.
·
Konsep komunikasi politik dalam sistem
politik sosial responsibiity theory
Dalam komunikasi politik ini,
lembaga suprastruktur politik mengatur bahkan menguasai sebagian besar sistem
komunikasi politik yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur.
1.3.3.2
fungsi
komunkasi politik
Fungsi komunikasi
politik dapat ditinjau dari dua aspek yaitu sebagai berikut :
·
fungsi komunikasi politik dalam aspek totalitas
mewujudkan suatu kondisi negara
yang stabil dengan terhindar diri faktor-faktor negatif yang mengganggu
keutuhan nasional.
·
Fungsi kmunikasi politik dalam aspek
hubungan suprastruktur dan infrastruktur
Sebagai jembatan penghubung antara
kedua suasana tersebut dalam totalitas nasional yang bersifat independen dalam
berlangsungnya suatu sistem pada ruang lingkup negara.
1.3.3.3
Unsur-unsur
komunikasi politik
Menurut Nimmo,
unsur-unsur komunikasi terdiri atas :
·
Komunikasi massa
·
Pesan
·
Media
·
Khalayak komunikasi politik
·
Efek (umpan balik)
1.3.4
Stratifikasi
sosial
Stratifikasi
sosial adalah dimensi vertikal dari struktur sosial masyarakat dalam arti
melihat perbedaan masyarakat berdasarkan pelapisan yang ada, apakah
berlapis-lapis secara verlikal dan apakah pelapisan tersebut terbuka atau
tertutup. Soerjono seokanti (1981:133) menyatakan bahwa stratifikasi sosial
adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkah atau sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Stratifikasi sosial
merupakan konsep sosiologi, dalam arti kita tidak akan menemukan masyarakat
seperti kue lapis, tetapi pelapisan adalah suatu konsep untuk menyatakan bahwa
masyarakat dapat dibedakan secara vertikal menjadi kelas atas, kelas menengah,
dan kelas bawah berdasarkan kriteria tertentu.
1.3.5
Input
sistem politik
Fungsi input sistem
politik adalah sebagai berikut :
·
Sosialisasi politik
·
Rekrutmen politik
·
Artikulasi kepentingan
·
Agrerasi kepentingan
·
Komunikasi politik
1.3.6
Output
sistem politik
Fungsi output sistem
politik meliputi sebagai berikut :
·
Fungsi pembuatan kebijakan
·
Fungsi penerapan kebijakan
·
Fungsi adjukasi kebijakan
1.4
BUDAYA POLITIK
1.4.1
Definisi
budaya politik
Budaya
politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh
masyarakat. Alomnd dan Vera mendefinisiskan budaya politik sebagai orientasi
yang khas warga negara terhadap sistem politik dan beragam bagiannya, dan sikap
tehadap peranan warga negara yang ada dalam sistem itu. Dengan kata lain
bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus mampu mencapai tujuan politik
diantara masyarakat bangsa itu.
Berikut adalah definisi
budaya politik menurut beberapa ahli ilmu politik :
·
Budaya politik adalah pola tingkah laku
individu dan orientasi terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh anggota
suatu sistem politik.
·
Roy Macridis, budaya politik adalah
tujuan bersama dan peraturan yang harus diterima bersama.
·
Samuel Beer, budaya politik merupakan
salah satu konsep dari empat sistem penting dalam analisis politik menyangkut
nilai-nilai keyakinan, sikap dan emosi tentang cara pemerintahan harus
dilaksanakan dan hal-hal yang harus dilakukan pemerintah.
·
Robert Dahl, kebudayaan politik adalah
sebagai salah satu sistem yang menjelaskan pola-pola yang berbeda mengenai
pertentangan politik.
·
Rusadi Sumintapura, budaya politik adalah
pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang
dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
·
Sidney Verba, budaya politik adalah
sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol eksresif, dan nilai-nilai yang
menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
·
Alan R.Ball, budaya politik adalah
susunan yang terdiri atas sikap, kepercayaan, emosi, dan nilai-nilai masyarakat
yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.
·
Austin Ranney, budaya politik adalah seperangkat
pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama,
sebuah pola orientasi terhadap objek-objek politik.
·
Gabriel A.Almond dan G.Bingham
Powell,Jr, budaya politik berisikan sikap, keyakinan, niali, dan keterampilan
yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus
yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi.
Dengan memahami
pengertian budaya politik, kita akan memperoleh dua manfaat yaitu :
·
Sikap warga negara terhadap sistem
politik akan memengaruhi tuntutan, tanggapan, dukungan, serta orientasinya
terhadap sistem politik itu.
·
Hubungan antara budaya politik dengan
sistem politik atau faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran
politik dapat dimengerti.
Menurut
Ranney, budaya politik memiliki dua komponen utama yaitu: orientasi kognitif
(cognitive orientations) dan orientasi afektif (affective orientatios).
Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang
dirumuskan parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi bahwa
budaya politik mengandung tiga komponen objek politik yaitu :
·
Oreintasi kognitif : berupa pengetahuan
tentang kepercayaan pada politik, peranan, dan segala kewajiban serta input dan
outputnya.
·
Orientasi afektif : berupa perasaan
terhadap sistem politik. Peranannya, para aktor dan penampilannya.
·
Orientasi evaluatif : berupa keputusan
dan pendapat tentang objek-objek politik yang secara tipikal melibatkan standar
nilai dan kriteria informasi dan perasaan.
1.4.2
Tipe-tipe
budaya politik
1.4.2.1
Berdasarkan
sikap yang ditujukan
Berdasarkan sikap yang
ditujukan, budaya politik terdiri atas :
·
Budaya politik militan
Budaya politik militan tidak
memandang perbedaan sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi
melihatnya sebagai usaha jahat dan menantang. Apabila terjadi krisis yang
dicari adalah kambing hitamnya, bukan peraturannya yang mungkin salah.
·
Budaya politik toleransi
Budaya politik toleransi adalah
budaya politik yang pemikirannya berpusat pada masalah atau ide yang harus
dinilai.
1.4.2.2
Berdasarkan
orientasi politiknya
Realitas
yang ditemukan dalam budaya politik ternyata memiliki beberapa variasi.
Berdasarkan orientasi politiknya, setiap sistem politik memiliki budaya politik
yang berbeda. Dari realitas budaya politik yang berkembang di masyarakat,
Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :
·
Budaya politik parokial
Budaya politik parokial yaitu
tingkat partisipasi politiknya yang sangat rendah, yang disebabkan faktor
kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah). Dengan kata lain budaya
politik parokial menyangkut budaya yang terbatas pada wilayah atau lingkup yang
kecil,sempit, misalnya yang bersifat provinsi.
·
Budaya politik kaula
Budaya politik kaula yaitu
masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun
ekonominya), tetapi masih pasif. Anggota masyarakat mempunyai minat perhatian,
mungkin juga kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan terutama apsek
outputnya. Kesadaran masyarakat sebagai aktor dalam politik untuk memberikan
input politik boleh dikatakan nol. Posisi kaula merupakan posisi yang pasif dan
lemah.
·
Budaya politik Partisipan
Budaya politik yang ditandai dengan
kesadaran politik sangat tinggi. Anggotanmasyarakat memiliki kesadaran secara
utuh bahwa mereka adalah aktor politik. Karena masyarakat dalam budaya politik
partisipan menilai dengan penuh kesadaran sistem sebagai totalitas, input dan
outputnya ataupun posisi dirinya sendiri, masyarakat memiliki sikap dan kritis
untuk memberikan penilaian terhadap sistem politik dan hampir pada semua spek
kekuasaan.
·
Budaya politik campuran (mixed political cultures)
Gabungan karakteristik tipe-tipe
kebudayaan politik
Budaya politik dalam
masyarakat secara garis besar dapat dibedakan dalam tiga budaya politik yaitu:
·
Budaya politik apatis (acuh, masa
bodoh,pasif).
·
Budaya politik mobilisasi (didorong atau
sengaja di mobilisasi).
·
Budaya politik partisipatif (aktif).
Perbedaann budaya
politik yang berkembang dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya :
·
Tingkat pendidikan masyarakat sebagai
kunci utama perkembangan budaya politik masyarakat.
·
Tingkat ekonomi masyarakat, semakin
tingkat ekonomi/ sehatera masyarakat, partisipasi masyarakat pun semakin besar.
·
Reformasi politik/ political will
(semangat merevisi dan mengadopsi sistem politik yang lebih baik).
·
Supremasi hukum (adanya penegakan hukun
yang adil. Independent, dan bebas).
·
Media komunikasi yang independen
(berfungsi sebagai kontrol sosial, bebas, dan mandiri).
Karakter budaya politik
suatu bangsa dapat diukur melalui beberapa dimensi yang berkembang dalam
masyarakat, yaitu :
·
Tingkat pengetahuan umum yang dimiliki
oleh masyarakat mengenai sistem politik negaranya , seperti : pengetahuan
sejarah, letak geografis, dan konstitusi negaranya.
·
Pemahaman masyarakat mengenai struktur
dan peran pemerintah dalam membuat suatu kebijakan.
·
Pemahaman mengenai penguatan kebijakan
yang meliputi masukan opini dari masyarakat dan media massa kepada pemerintah.
·
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan
politik dan bernegara, serta pemahamannya tentang hak dan kewajiaban serta
tanggung jawab sebagai warga negara.
1.5
BISNIS DAN POLITIK
“Without
both state and market, there could be no political economy”
(Giplin
dalam Marijan, 2010)
Perdebatan mengenai penting
tidaknya negara dan proses-proses politik yang berkaitan dengan negara di
bidang ekonomi pada umumnya merupakan salah satu isu sentral
perspektif-perspektif di dalam ekonomi politik.
1.5.1
State-centred
approach
Para penganut State-centred
approach berpandangan bahwa negara
memiliki peran yang sangat penting di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Melalui kekuasaan dan otoritas yang dimilikinya, negara bisa membuat
kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan ekonomi. Kebijakan-kebijakan
industri, seperti pemberian bunga rendah dan tax holiday kepada para
industrialis, pengembangan sektor industri tertentu dan di wilayah tertentu
juga menjadi perhatian dalam negara yang bercorak demikian. Selain itu, negara
juga menjadi bagian dari pemegang peran di dalam kegiatan ekonomi, contoh yang
terlihat adalah dalam kegiatan ekonomi dalam bentuk BUMN.
Argumentasi yang menganggap
penting negra di dalam ekonomi disebut sebagai ‘teori negara pembangunan’ (TNP) attau development state. Ada dua
gagasan besar yang memengauhi munculnya TNP. Yang pertama adalah gagasan
tentang ‘industrialiasasi terlambat’ (late industrialisation), pandangan
ini dipelopori oleh Friedrich List yang mengemukakan bangsa-bangsa yang
mengalami keterlambatan di dalam pembangunan’ (less advanted nations)
membutuhkan negara untuk mengerjar ketertinggalan (catch up) dari
negara-negara maju dalam rangka untuk ‘mencapai pembangunan suatu negara yang
lebih ekonomis dan menyiapkan negara untuk memasuki sebuah masyarakat yang
lebih universal di masa mendatang’ (List, 1885: 175).
Gagasan yang kedua adalah tentang
negara ‘otonomi’ (state autonomy). Gagasan ini mengemuka setelah Karl
Marx melakukan studi tentang Perancis di bawah Napoleon Bonaparte. Berbeda
dengan gagasan marx, dalam kasus negara Bonaparte, negara memiliki otonomi yang
kepentingannya tidakdikendalikan oleh kelas-kelas tertentu. Argumen pokok dari
TNP dapat ditarik garis besar adalah bahwa negara itu memiliki peran dan posisi
yang sangat menentukan dalam pembangunan.
Peran dan posisi negara terlihat
dari batasan ‘developmental state’ (Negara Pembangunan – NP) yang oleh
Andrian Leftwich digambarkan sebagai ‘negara-negara yang memiliki kekuasaan
politik yang terkonsentrasi secara cukup, otonomi, dan kapasits untuk membantu,
mencapai, dan mendorong tercapainya tujuan explisit dari pembangunan (Leftwich, 1995: 401). Linda Weis
(2000:23) mencatat tiga poin penting yang menjdi karakteristik dasar dari NP.
a.
Berkitan
dengan proiritas kebijakan, hal ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
produktif bangsa dan meningkatkan surplus dari investasi.
b.
Berkaitan
dengan penataan organisasi pemerintahan, yang terpenting dalam penataan adalah
adanya kohesivitas di antara agen-agen negara yang berkaitan dengan
proyek-proyek transformatif (industrialisasi).
c.
Adanya
keterkaitan kelembagaan antara aktor-aktor ekonomiyang terorgnisasi.
1.5.2
Market-centred
Approach
Dalam pandangan ini
peran negara yang terlalu besar di bidang ekonomi justru menjadi penghalang
bagi bergeraknya kegiatan ekonomi atau disebut dengan government failure.
Argumentasi pokok dari pendekatan ini adalah mekanisme pasar seharusnya
dibiarkan berjalan sendiri. Keterlibatan negara di bidang ekonomi justru
dipandang sebagai penyebab rusaknya jalan mekanisme pasar yang berjalan.
Pendekatan yang
berpusat pada pasar, menolak intervensi negara kepada mekanisme pasar.
Intervensi negara, dalam pandangan pendekatan ini, hanya akan melahirkan
stagnasi di dalam pertumbuhan ekonomi dan praktik korupsi. Para penganut paham
neo-liberal, kata Richard dan Veli Hadiz (20014: 10), memhami pasar yang
dikendalikan oleh negara sebagai transaksi antara individu politisi, para
pejabat dan pelobi. Konsekuensinya, transaksi demikian hanya menghasilkan
keadaan yang memungkinkan lahirnya ‘rent-seeking enterests’.
Penganut pendekatan
pasar menjelaskan peran negara, diantaranya adalah dalam hal menyediakan
barang-barang publik (public goods), pertahanan, hukum, hak intelektual,
manajemen makroekonomi, public health, melindungi yang miskin. Berkaitan
dengan upaya mendorong industrialisasi, negara mendorong terjadinya perdagangan
bebas, untuk itu, mengurangi bea masuk dan keluar arus barang dan arus modal.
Penganut pandangan ini menganjurkan terjadinya perubahan industrioalisasi, dari
yang berorientasi ke dalam (inward-looking oriented industrialization)
ke yang berorientasi keluar (outward-looking oriented indutrialization).
1.5.3
Pandangan
lain
Selain
dua pendekatan yang telah disebutkan, masih ada pendekatan lain yang mencoba
untuk melihat sisi lain dari masing-masing pendekatan itu.
|
Aparatur Negara
Relatif Lebih Kuat Visa-Visa Kepentingan Bisnis
|
Aparatur Negara Relatif Lebih
Lemah Visa-Visa Kepentingan-Kepentingan Bisnis
|
Secara Relatif Negara Lebih
‘Legal-Rasional’
|
Kapitalisme Negara
(Development State)
|
Kapitalisme Pasar Bebas
(Regulatory State)
|
Secara Relatif Negara Lebih
‘Patrimonial’
|
Kapitalisme
‘Birokratik’
(Patrimonial
Administrative State)
|
Kapitalisme Rente
(Patrimonial Oligarchic
State)
|
Tidak semua negara yang kuat
terlibat di bidang ekonomi bercorak developmental. Lemahnya
kekuatan-kekuatan negara, termasuk kekuatan-kekuatan negara, termasuk kekuatan
bisnis, terhadap kehidupan politik atau negara tidak serta-merta menjadikan
negara sebagai dirigen bagi semua kekuatan yang ada di dalam masyrakat, termasuk
kekuatan ekonomi.
Di dalam negara yang bercorak
patrimonial, kekuasaan lebih terlembaga pada individu-individu tertentu. Ketika
negara bercorak patrimonial, kekuasaan yang berpusat pada negara yang dasarnya
bermakna bahwa kekuasaan itu lebih terkonsentrasi pada individu tertentu, yaitu
yang mengendalikan kekuasaan. Sementara itu, ketika kekuasaan negara lebih
besar apabila dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan di luarnya, yang
mengendalikan kekuasaan di luarnya itu juga lebih terkonsentrasi pada individu
atau kelompok tertentu saja.
Penutup
1.1 Kesimpulan
Sistem
politik diartikan sebagai kesatuan (kolektivitas) seperangkat struktur politik
yang memiliki fungsi masing- masing untuk mencapai tujuan negara.. Dalam
pendekatan sistem politik, masyarakat adalah konsep induk sistem sebab politik
hanya merupakan salah satu dari struktur yang membangun masyarakat seperti,
sistem ekonomi, sistem sosial dan budaya, dan
sistem kepercayaan. Sistem politik pun merupakan abstraksi (realitas
yang angkat ke alam konsep) seputar pendistribusian nilai ditengah masyarakat.
Almond dan Coleman
membedakan struktur politik atas infrastruktur yang terdiri atas struktur
politik masyarakat, suasana kehidupan politik masyarakat, dan sektor politik
masyarakat. Sedangkan suprastruktur politik terdiri atas sektor pemerintahan,
suasana pemerintahan, dan sektor politik pemerintahan. Sosialisasi politik
merupakan cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik , sikap dan etika
politik yang berlaku atau dianut oleh negara. Lalu budaya politik merupakan
sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Alomnd dan
Vera mendefinisiskan budaya politik sebagai orientasi yang khas warga negara
terhadap sistem politik dan beragam bagiannya, dan sikap tehadap peranan warga
negara yang ada dalam sistem itu.
Di dalam bisnis dan
politik, Tidak semua negara yang kuat terlibat di bidang ekonomi bercorak developmental.
Di dalam negara yang bercorak patrimonial, kekuasaan lebih terlembaga pada
individu-individu tertentu. Intinya dalam suatu negara sistem politik sangat penting, karena merupakan suatu
hal yang menentukan tentang bagaimana sistem pemerintahan yang akan dilakukan.
Sistem politik merupakan organ penting
yang menentukan tentang bagaimana konseppemerintahan yang dibentuk nantinya.
Sebagai suatu sistem, sistem politik itu harus mempunyai karakteristik
tertententu yang dinilai sebagai sifat melekat dalam sistem politik tersebut.
Komentar